Entri Populer

Selasa, 03 Mei 2016

KATEKISASI DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN



Materi 1 :
SEJARAH  KATEKISASI DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Penyelenggaraan Katekisasi dalam  gereja dewasa ini sesungguhnya berpangkal dari persekutuan umat Tuhan dalam masa Perjanjian Lama. Keluarga adalah unit terkecil dalam persekutuan umat Tuhan yang menjadi wadah di mana pendidikan iman ditumbuh-kembangkan. Setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk mengkomunikasikan iman mereka dari nenek moyangnya kepada para keturunannya dari satu generasi ke generasi berikutnya tentang segala perbuatan TUHAN (Yahwe).
“Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami, kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel, nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka, supaya dikenal oleh angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun dan menceritakan kepada anak-anak mereka, supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintah-perintah-Nya”. (Mazmur 78: 3-7)
Setiap umat Israel mengungkapkan iman mereka berdasarkan pengakuan percaya (credo) mereka bahwa, “Tuhan itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”(Ulangan 6: 4-6). Pengkomunikasian iman ini tidak hanya berdasarkan tradisi lisan saja melainkan juga terwujud melalui kehidupan sehari-hari  bangsa Israel  seperti, bekerja, mempersiapkan perayaan hari-hari raya (misalnya hari raya utama adalah Sabat sebagai hari yang dikuduskan Allah. Kemudian hari Pendamaian Agung, pesta Paskah, pesta panen Pentakosta, hari raya Pondok Daun, pesta purim) dan lain sebagainya. Tujuan utama dari usaha ini adalah, umat hanya mengabdi kepada TUHAN saja (ayat 4), dan bagaimana wujud diminta untuk hanya mengabdi pada TUHAN saja,  maka perintah TUHAN jelas bahwa umat diminta untuk mengasihi TUHAN dengan segenap hati (ayat 5), dengan segenap jiwa (ayat 5), dan dengan segenap kekuatan (ayat 5).
Beberapa metode yang dipakai dalam proses mengkomunikasikan hal  di atas antara lain : memperhatikan, mengajar berulang-ulang, membicarakan, membuat tanda/symbol (mengikatkan / menuliskan). Proses mengkomunikasikan iman ini dilakukan oleh keluarga baik di rumah maupun di luar rumah; dengan kata lain setiap tempat dan waktu digunakan untuk proses pengajaran.
Sejak dini anak-anak Yahudi sudah dibiasakan mentaati peraturan agama yang dilakukan sesuai tahapan usianya. Pada usia sekitar 5 tahun anak-anak diberi pelajaran dasar membaca Taurat. Usia 10 tahun mulai diberi pengajaran, yaitu misyna (secara harafiah berarti bahan Kitab Ulangan yang perlu dihafalkan. Pada usia 12-13 tahun anak-anak wajib mentaati  sepenuhnya peraturan hukum Yahudi yaitu, miswoth. Pada tahap ini anak laki-laki telah dianggap sebagai “anak-anak hukum Taurat” yaitu bar-mitswa segera setelah berusia 13 tahun tambah satu hari.
Perkembangan kemudaian yaitu, sesudah masa pembuangan, pendidikan iman bergeser dari wadah keluarga ke Sinagoge (rumah sembahyang orang Yahudi yang ada hampir di setiap perkampungan). Sinagoge adalah wadah berkumpul sekaligus lembaga tempat orang Yahudi membicarakan berbagai hal menyangkut kehidupan mereka. Dalam wadah ini orang Yahudi  belajar Syemo Esre, harfiah berarti delapan belas. Syemone Esre adalah doa yang terdiri dari 18 pengucapan dan diucapkan setiap hari (pagi, sore dan malam) dalam ibadah di sinagoge. Pembacaan Taurat menduduki posisi penting. Taurat merupakan bagian Kitab Suci yang sentral dan mendasar bagi orang Yahudi. Iman dan kehidupan mereka seluruhnya didasarkan atas Taurat. Pengajaran diberikan dengan cara membaca dan menjelaskan kitab-kitab Musa. Khusus untuk anak-anak pelajaran yang diberikan adalah Syema Yisrael bagaikan kredo pengakuan iman dan pengucapan syukur yang dibaca setiap hari (pagi dan malam) dalam ibadah di sinagoge tersebut.
Pada tahun 75 sebelum Masehi  yakni, sebelum kelahiran Tuhan Yesus, bangsa Yahudi mengadakan semacam sekolah dasar yang disebut beth-ha-sefer, artinya, rumah sang kitab (bet=rumah; sefer=kitab). Di sekolah ini pengetahuan tentang Taurat diajarkan kepada anak-anak Yahudi. Taurat dibaca berulang-ulang dan anak-anak wajib menghafalnya secra seksama dan harfiah. Sekolah ini bukanlah lembaga tetap yang terdapat di banyak tempat, melainkan hanya suatu kumpulan murid yang diberi pelajaran oleh para ahli Taurat. Sejak usia 6 atau 7 tahun seorang anak sudah dibawa orang tuanya ke sekolah ini. Tujuannya bukanlah untuk memperoleh pendidikan umum, melainkan khusus mempelajari pengetahuan tentang Taurat. Selanjutnya, pada tingkat yang lebih tinggi lagi setingkat sekolah menengah pertama anak-anak yang berusia 10 atau 11 tahun dikirim ke beth-ha-midrasy (beth = rumah; midrash = pengajaran). Tujuan sekolah ini bukan hanya untuk mempelajarai isi Taurat, tetapi yang utama adalah penelitian mengenai manfaat dan maknanya. Sejalan dengan timbulnya sekolah, timbul pula pentingnya jabatan guru. Dalam kebudayaan Yahudi, seorang guru begitu dihormati, sehingga seorang murid patut menunjukkkan pengabdian kepada guru sama seperti budak kepada majikannya, kecuali dalam satu hal yang sangat rendah yaitu, membuka tali kasut.
Pada abad pertama pada waktu belum ada gedung gereja, orang-orang Kristen berkumpul dari satu rumah ke rumah lainnya. Kumpulan itu disebut “Jemaah Rumah” seperti beberapa contohnya dalam surat Roma 16:5; I Korintus 16:19; Kolose 4:15 dan Filemon 1:2. Setiap hari keluarga-keluarga Kristen yang berkumpul di salah satu rumah bersama-sama mempelajari ajaran para rasul, berdoa dan makan bersama. Jemaah rumah juga merupakan wadah persekutuan berdoa dan belajar.
Dalam kurun masa Gereja Purba atau Gereja mula-mula, baik orang keturunan dari agama Kristen maupun orang-orang non Kristen yang hendak menjadi pengikut Yesus Kristus diwajibkan untuk mengikuti pelajaran yang mempelajari Alkitab dan ajaran para rasul selama 3 tahun lamanya. Menjelang memasuki masa akhir 3 tahun tersebut setiap calon orang Kristen wajib menerapkan kehidupan Kristen secara tertib dan disiplin sehingga mereka benar-benar bertobat dan menyatakan diri sedia memikul salib-Nya. Setelah masa 3 tahun tersebut barulah dilaksanakan pelayanan Baptisan Kudus dan selanjutnya diperkenankan untuk mengikuti Sakramen Perjamuan Kudus. Dalam suratnya Paulus kepada Jemaat di Efesus, proses pendidikan iman dalam jemaat-jemaat perdana merupakan persiapan bagi orang dewasa yang akan dibaptis, dan kemudian menerima sakramen Perjamuan Kudus. Dan setelah beberapa generasi, ketika baptisan untuk anak mulai dilakukan – sebagai model dominan dalam gereja – maka proses pembinaan iman dilakukan setelah baptisan ketika anak itu beranjak dewasa. Sekitar abad pertengahan fokus pembinaan iman adalah tentang iman bahwa, Yesus Kristus adalah Juruselamat, dan kemudian dilengkapi dengan sejumlah materi seperti : Dasa Titah, Doa Bapa kami dan Pengakuan Iman Rasuli.
Periode selanjutnya, dua tokoh reformasi juga memberikan perhatian atas kegiatan pengajaran iman ini, yaitu: Martin Luther dan Yohanes Calvin. Bagi Martin Luther, tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah :
Melibatkan semua warga jemaat, khususnya yang muda, dalam rangka belajar teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira dalam Firman Yesus Kristus yang memerdekakan mereka di samping memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis, Alkitab, dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian secara bertanggung jawab dalam persekutuan Kristen, yaitu Gereja.
Dengan demikian, bagi Luther katekisasi ditujukan kepada semua warga jemaat, khususnya generasi muda untuk belajar secara teratur dan tertib agar dapat mengambil bagian secara bertanggung jawab di dalam lingkup Gereja maupun masyarakat. Sedangkan menurut Yohanes Calvin, tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah :
Pemupukan akal orang-orang percaya dan anak-anak mereka dengan Firman Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang bersinambung yang diejawantahkan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Allah Bapa Tuhan Yesus Kristus berupa tindakan-tindakan terhadap sesamanya.
Agak berbeda dengan Martin Luther, Calvin lebih mengutamakan sifat intelektual dari pengalaman belajar.
Dari uraian sejarah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
a.   Katekisasi dilaksanakan dalam lingkup : Keluarga, Lembaga Keagamaan, Sekolah Umum, Gereja.
b.   Perserta katekisasi ialah semua anggota Persekutuan orang percaya.
c. Pengajar katekisasi ialah : Allah sendiri, Orang tua, Imam-imam, Pastor, Guru-guru, Semua orang percaya.
d.   Penekanan isi pengajaran Katekisasi adalah : pada Pengakuan Percaya (Credo), iman kepada Yesus Kristus.
e. Metode Pengajaran katekisasi mencakup seluruh gerak kehidupan sehari-hari manusia. Artinyal, berusaha untuk membentuk manusia seutuhnya (baik segi kognitif, efektif dan psikomotoris yang seimbang / selaras)

Daftar Bacaan Buku :
1.   Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pemikiran Agama Kristen I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986)
2.   Dr. Andar Ismail, Selamat Ribut Rukun – 22 Renungan Tentang Keluarga (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993)
3.   G. Riemer, Ajarlah Mereka – Kualitas Umat Kristiani Esok Ditentukan Oleh Pembinaan Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih / OMF, 1998)

Materi Katekisasi #2 : Katekisasi dan Peneguhan Sidi dalam kerangka Pembinaan Warga Gereja
Katekisasi dan Peneguhan Sidi dalam kerangka
Pembinaan Warga Gereja
Salah satu bentuk pelayanan yang penting dalam Gereja adalah pembinaan iman bagi warganya. Dan dari antara berbagai bentuk pembinaan gereja, salah satunya adalah Katekisasi.
Katekisasi merupakan bentuk pembinaan iman dalam gereja yang memiliki latar belakang sejarah sangat kuat dalam tradisi keagamaan orang Israel dalam Perjanjian Lama maupun dalam hidup Jemaat perdana di Perjanjian Baru (bandingkan materi pelajaran sebelumnya).
Katekisasi atau katekese berasal dari kata kerja dalam bahasa Yunani : Κατεχειν (baca : katekhein), yang berarti: memberitakan, memberitahukan, mengajar, memberi pengajaran. Dalam beberapa contoh yang ditampilkan dalam Perjanjian Baru, misalnya: Lukas 1 : 4; Kisah Para Rasul 18 : 25 ; 21 : 21, 24; Roma 2 : 17-18; 1 Korintus 14 : 19; Galatia 6 : 6; maka dapat disimpulkan bahwa arti kata katekhein lebih ditekankan pada mengajar bukan dalam arti intelektualistis tetapi lebih kepada arti praktis, yaitu mengajar atau membimbing seseorang, supaya ia melakukan apa yang diajarkan kepadanya1 Katekisasi yang berlangsung dalam gereja berarti adalah kegiatan pengajaran iman yang membimbing seseorang (atau beberapa orang) agar ia (atau mereka) melakukan apa yang diajarkan kepadanya. Katekisasi tidak semata-mata melakukan transfer pengetahuan tentang isi Alkitab (didache), melainkan lebih menekankan pada upaya menyampaikan pemahaman isi Alkitab dan penerapannya (katekese); katekisasi tidak bermuara pada upaya membentuk kemampuan intelektual tentang isi Alkitab tetapi ia bermuara pada pembentukan kemampuan praktikal dari peserta katekisasi sebagai penerapan dari isi Alkitab. Oleh karena itu, katekisasi yang dilakukan gereja adalah kegiatan pengajaran yang penting tentang iman juga merupakan pembentukan pengakuan iman dari peserta katekisasi. Katekisasi berpangkal dari Credo Gereja dan bermuara pada credo dari warga gereja. Dan GPIB sebagai Gereja juga memelihara dan meneruskan pola pendidikan dan pengajaran iman ini.
Dalam Persidangan Sinode GPIB XIV tahun 1986, melalui Ketetapan Persidangan Nomor VI, dinyatakan bahwa: "Katekisasi yang diajarkan oleh GPIB adalah salah satu mata rantai dari kegiatan Pembinaan Warga Gereja, suatu upaya mendidik dan memperlengkapi calon-calon Warga Sidi Jemaat untuk menghayati dan memberlakukan kehendak Allah Bapa dalam Yesus Kristus di berbagai bidang, segi dan tingkat kehidupan". Dengan demikian dapat dipahami bahwa: katekisasi adalah salah satu wadah Pembinaan Warga Gereja yang sangat strategis, karena melalui wadah ini warga gereja dilengkapi untuk mengenal dan percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus sehingga sanggup menghayati, mentaati dan melaksanakan imannya dalam keluarga, gereja dan masyarakat (Efesus 4 :12-13). Melalui katekisasi dasar-dasar iman Kristen diajarkan sehingga Warga Jemaat diperlengkapi untuk melaksanakan kehendak Allah oleh pimpinan Roh Kudus selama hidup di dunia. Sesuai Ketetapan PS XIV 1986 Kurikulum Katekisasi yang sudah ditetapkan harus merupakan penjabaran dari Pemahaman Iman GPIB. Melalui katekisasi warga gereja diharapkan memiliki Pemahaman Iman yang benar kepada Tuhan Yesus Kristus berdasarkan Alkitab dan sungguh sungguh percaya dan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, menjadi warga sidi Gereja yang bertanggung-jawab, memiliki pengetahuan Alkitab yang cukup dan pemahaman yang benar tentang Firman Allah sesuai Alkitab, siap dan terampil menjadi saksi Kristus di tengah-tengah pergumulan keluarga, masyarakat, bangsa dalam negara kesatuan dan dunia umumnya.
Akhir dari proses katekisasi, peserta katekisasi akan menerima Peneguhan Sidiatau Peneguhan atas Pengakuan Percaya mereka. R. J. Porter menjelaskan tentang Peneguhan Sidi sebagai berikut:
Peneguhan Sidi bukan Sakramen tapi berkaitan erat dengan sakramen- sakramen. Baptisan usia dewasa dilayankan bersama peneguhan sidi.Baptisan usia anak yang kemudian dilanjutkan dengan sidi, maka dalam hal ini peneguhan sidi adalah kesempatan untuk mengakui iman di hadapan jemaat sebagai pernyataan, bahwa janji orangtua telah ditepati dan sang anak percaya kepada Yesus Kristus. Melalui peneguhan sidi, seseorang diterima sebagai jemaat yang bertanggung jawab untuk mengambil bagian dalam pelayanan jemaat, dan diijinkan ikut dalam Perjamuan Kudus. 2
Peneguhan Sidi memiliki relasi yang sangat kuat dengan katekisasi dan pembinaan warga gereja. Relasi dengan katekisasi, Peneguhan Sidi mempunyai makna bahwa proses pembinaan atau pengajaran iman yang dilakukan selama katekisasi telah selesai dan dapat dipertanggung jawabkan. Hal tersebut menjadi jelas karena di dalam Peneguhan Sidi, yang pertama adalah pernyataan pengakuan percaya dari peserta katekisasi di hadapan Allah dan jemaat-Nya. Dalam rumusan liturgis GPIB untuk Peneguhan Sidi, Tata Ibadah tahun 1978 dan 1982, calon Sidi baru akan dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti:
  1. Apakah dia mengaku percaya akan Allah Tritunggal yang Esa, mengaku bersedia untuk menjalankan panggilan dan pengutusannya di tengah Gereja dan bersedia hidup dalam Tuhan; dan,
  2. Apakah dia mengaku percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan bersedia hidup dipimpin Roh Kudus,
  3. Apakah dia percaya bahwa Alkitab adalah firman Tuhan yang berisi perjanjian-Nya yang membuatnya untuk menerima baptisan kudus, dan apakah dia mau membuang segala bentuk kepercayaan lain dan hidup sesuai kehendak Tuhan?
Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut, terangkum substansi dari katekisasi yaitu membimbing seseorang hingga pada pengakuan imannya secara pribadi.Yang kedua, relasi Peneguhan Sidi dengan pembinaan warga gereja maksudnya adalah dengan menerima peneguhan sidi, seseorang dianggap telah menerima pembinaan dan pengajaran iman sehingga ia menyatakan pengakuan dengan nyata nyata di hadapan saksi - saksi Allah ( yaitu : Jemaat dan para Pelayan Tuhan ); namun, hal itu bukanlah akhir dari pembinaan yang dijalaninya karena dengan pengakuannya, ia menyatakan janjinya untuk terlibat dalam seluruh kegiatan peribadahan, pembinaan dan pelayanan serta kesaksian. Katekisasi adalah mata rantai pembinaan warga gereja; itu berarti katekisasi tidak menghapus kegiatan pembinaan warga gereja secara kategorial atau pun kegiatan pembinaan lainnya. Katekisasi menjembatani kegiatan pembinaan yang berlangsung dari kategori Anak dan Teruna (BPK PA dan BPK PT) untuk memasuki pembinaan bidang pelayanan kategorial (BPK) Pemuda atau Dewasa (BPK GP, BPK PW, BPK PKB dan BPK FP, BPK PKLU). Peneguhan sidi adalah akhir dari satu tahapan pembinaan formal yaitu katekisasi dan juga awal dari keterlibatan seseorang dalam kegiatan pembinaan di tengah kehidupan gereja secara luas.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Katekisasi dan Peneguhan Sidi merupakan satu kesatuan utuh sebagai salah satu mata rantai pembinaan yang ada dalam gereja. Katekisasi dan peneguhan sidi mempunyai makna penting karena di dalam dan sepanjang proses yang terjadi peserta katekisasi/ calon sidi dituntun untuk sampai pada pengakuan imannya, pernyataan janjinya kepada Allah dan jemaat yang diikuti dengan kesediaan dan kesetiaan untuk menjadi pribadi yang dewasa serta mau melaksanakan seluruh kehendak Allah dalam hidup pribadi, keluarga, gereja dan masyarakat.
--------------------------------------------------------------------------------------
1 J.L.Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi: Pedoman Guru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005, halaman 7.
2 R.J. Porter, Katekisasi Masa Kini : upaya gereja membina muda-mudinya menjadi Kristen yang bertanggung-jawab dan kreatif, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih / OMF, 2007, halaman 187.
Daftar Bacaan Buku :
  1. Majelis Sinode GPIB, Bahan Pelajaran Katekisasi Buku I, Jakarta: GPIB,
  2. Majelis Sinode GPIB, Bahan pelajaran Katekisasi Buku II, Jakarta: GPIB,
  3. J.L.Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi: Pedoman Guru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
  4. R.J. Porter, Katekisasi Masa Kini: upaya gereja membina muda-mudinya menjadi Kristen yang bertanggung jawab dan kreatif, Yayasan Komunikasi Bina Kasih / OMF, 2007 Jakarta:
  5. Pdt. S. Th. Kaihatu, Materi Sertifikasi Pengajar Katekisasi non Pendeta: Rangkuman Materi Katekisasi, (tidak diterbitkan).
  6. Yakob Papo, Memahami Katekese, Ende: Nusa Indah, 1987
  7. M. Sumarno DS, SJ. (ed.), Bunga Rampai Pendidikan Iman, Yogyakarta: Univ Sanata Dharma, 1995

Materi Katekisasi #4: SEJARAH PENULISAN DAN PENYUSUNAN ALKITAB
SEJARAH PENULISAN DAN PENYUSUNAN ALKITAB

Pendahuluan
Alkitab yang kita pegang sekarang adalah buku orang Kristen yang berintikanFirman Allah. Firman Allah yang menjelaskan tentang 2 sisi yaitu 1. TentangAllah dan kebenaran-Nya. 2. Tentang manusia dan keberadaannya. Allah dan kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya coba dipaparkan oleh Alkitab dalam berbagai peristiwa yang terjadi dalam kaitan dengan bangsa Israel dan dalam kaitan dengan karya penyelamatan Yesus Kristus. Peristiwa-peristiwa yang terjadi ini berada dalam batasan waktu.
Peristiwa peristiwa itu terungkap dalam 66 kitab besar - kecil, ke 66 kitab ini dibagi lagi menurut isinya yaitu 39 kitab Perjanjian Lama (PL : Taurat, Kitab Sejarah, Kitab Nabi-nabi) dan 27 kitab Perjanjian Baru (4 Kitab Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat). Pembagian menjadi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dilihat dalam fokus percakapan tentang Tuhan Yesus Kristus yang adalah Firman Allah menjadi manusia. Perjanjian Lama banyak berbicara tentang karya Allah yang mempersiapkan kedatangan Yesus Kristus melalui bangsa Israel. Hal ini dapat dilihat dalam ayat - ayat yang berbicara tentang nubuatan tentang Yesus Kristus ( misalnya : Kejadian, Yesaya, Mikha, Zakharia). Sedangkan Perjanjian Baru berceritera tentang karya-karya langsung Yesus Kristus dan karya-karya Yesus melalui para murid-Nya, hal ini dapat dibaca secara jelas dalam 4 kitab Injil dan Kisah Para Rasul.
Setiap kitab dari Alkitab mempunyai berita dan ceritera dengan latar belakang dan waktu tertentu, setiap kitab menceriterakan tentang Allah dan kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya dalam waktu tertentu dan di tempat tertentu, atau dengan kata lain Allah dan dan kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya terjadi dalam sejarah.
Pelajaran katekisasi saat ini membawa supaya kita dapat memahami isi berita dalam setiap kitab dengan benar, oleh sebab itu kita perlu mengetahui tentang bagaimana penulisan Alkitab dan bagaimana Alkitab bisa memiliki susunan kitab seperti sekarang ini.
Sejarah Penulisan Alkitab
Allah dan Kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya disampaikan secara lisan melalui manusia-manusia dan terjadi dalam peristiwa-peristiwa nyata kemanusiaan dalam lingkup bangsa Israel dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Dalam perjalanan waktu, pernyataan lisan itu kemudian ditulis oleh orang-orang yang dipakai secara khusus oleh Allah. Dan ini terungkap dalam naskah-naskah yang ditemukan. naskah yang berbicara tentang peristiwa dalam perjanjian lama dan perjanjian baru .
Penyampaian berita secara lisan, membuat penangkapan / penyerapan berita menjadi tidak sama, akibatnya muncullah berbagai versi ceritera Alkitab, yang berdampak pada penulisan Alkitab (contoh : Kejadian 1 : 1 - 24 & Kejadian 2 : 5 - 25). Berdasarkan perjalanan waktu yang panjang, maka disadari bahwa naskah asli telah lama rusak dan semuanya sudah musnah, hal ini disebabkan karena naskah asli itu ditulis di atas papyrus yang gampang rusak. Tetapi dalam perjalanan waktu naskah asli Alkitab ini telah disalin. Dan salinan ini sudah sangat lama, salinan salinan tua dari kitab - kitab Alkitab.
Berbicara tentang salinan salinan tua dari kitab = kitab Alkitab, pada abad ke 2 sebelum masehi, para cendekiawan Yahudi ( yakni yang disebut para Masoret ) telah mencocokan dengan sangat teliti berbagai salinan yang ada pada waktu itu. hasil pekerjaan para masoret mencocokkan itu ialah suatu naskah yang lazim disebut 'naskah masoret'. Menurut keyakinan para masoret, naskah masoret yang paling cocok dengan naskah-naskah asli. Salinan-salinan 'naskah Masoret' itu telah ditemukan pula tertulis diatas perkamen yang berasal dari tahun 916 sesudah Masehi. Salinan itulah yang diterima dan yang dipakai sebagai dasar atau naskah induk untuk terbitan kitab-kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani dan untuk terjemahan-terjemahan Alkitab.
Naskah-naskah PL yang masih ada dan menjadi dasar naskah sekarang berasal dari abad ke 6. Naskah-naskah itu terbukti hanya sedikit berbeda dengan naskah dari tahun 250 Sebelum Masehi (misalnya Dekalog) yang ditemukan tahun 1948 di Qumran. Dalam perkembangan sejarah dunia, tahun 1948, ditemukanlah dekat laut mati di gua Qumran dan Muraba'at di tanah Palestina naskah tulisan tangan dari perjanjian lama yang tertulis di atas papyrus dan kulit. Naskah tulisan tangan itu berasal dari abad ke 2 Sebelum Masehi. Jadi 1000 tahun lebih tua dari pada naskah-naskah perkamen yang tertua yang telah ditemukan sampai sekarang ini .dan setelah diselidiki, ternyata bahwa tulisan-tulisan, yang termuat dalam gulungan-gulungan papyrus dan perkamen itu, banyak sekali yang cocok dengan naskah Masoret, dan dengan demikian semakin diteguhkanlah kebenaran naskah masoret.
Sejak abad ke 4 Sesudah Masehi dipergunakanlah perkamen sebagai bahan untuk menulis, tetapi sebelum itu orang menggunakan papyrus. Perkamen lebih awet dari pada papyrus. Perkamen adalah kulit binatang yang sudah diolah, makanya dapat tahan lama berabad-abad lamanya. tetapi papyrus dibuat dari hati batang papyrus. Papyrus adalah tumbuh-tumbuhan sebagai teberau atau gelagah, yang banyak tumbuh di dekat sungai Nil di Mesir. Papirus tidak dapat tahan berlama-lama.
Naskah tulisan asli Perjanjian Baru disebut juga 'utoghapha' sudah tidak ada lagi. Tetapi kita mempunyai banyak salinannya, ada 4100 salinan yang sudah tua. Salinan tertua yang tertulis diatas perkamen. Misalnya naskah yang disebut codex Vaticanus, codex Sinnaiticus (2 codex ini merupakan seluruh naskah seluruh Alkitab dari abad ke 4), codex Alexandrinus (disusun oleh ahli dari Alexandria Mesir sebelum tahun 200 (karena papirus 52 diadakan kurang lebih pada tahun 125 dan papirus 66 kurang lebih pada tahun 200, naskah salinan ini pendek dan paling dekat dengan teks asli kitab PB) berasal dari abad ke 4.
Naskah pada papirus yang ditemukan kembali dan berasal dari abad 1 dan abad yang ke 2 membenarkan naskah-naskah abad ke 4 dan abad ke 5. Gulungan papyrus yang ditemukan dan yang berbicara mengenai perjanjian lama ternyata juga dalam gulungan itu berisi Perjanjian Baru. Kitab Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. tahun 250 - 130 sebelum Masehi kitab ini diterjemahkan oleh 72 orang Yahudi (70 = septuaginta) ke dalam bahasa Yunani. Kecuali kitab Ezra dan Daniel yang sebagiannya ditulis dalam bahasa Aram. Perjanjian baru pada umumnya ditulis dalam bahasa Yunani umum / Yunani koine
Sejarah Penyusunan Alkitab
Alkitab yang kita pakai sekarang ini adalah Alkitab yang berisi kitab - kitab kanonik artinya kitab - kitab yang diakui sebagai kitab - kitab yang berisi Firman Allah. Tersusunnya Alkitab menjadi bentuk sekarang ini merupakan satu proses panjang dan membutuhkan waktu yang lama serta merupakan pergumulan banyak orang. Kitab-kitab dalam PL yang diakui sebagai kitab-kitab yang berisi Firman Allah ini, dihimpun oleh orang orang Yahudi dan kitab-kitab dalam PB dikumpulkan oleh orang - orang Kristen mula - mula selama abad pertama hingga abad ke-3. Pada zaman Perjanjian Lama ( mulai zaman Musa ) orang-orang Yahudi menggunakan 2 macam cara utama untuk memutuskan apakah kitab benar-benar adalah tulisan yang suci.
  1. Apakah kitab itu ditulis oleh seorang Nabi atau seorang yang mempunyai karunia bernubuat.
  2. Cara penerimaan dan pengunaan PL oleh bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi memandang bahwa PL adalah kitab suci.
Proses pembentukan kanon Perjanjian Baru dilihat dalam kaitan dengan para rasul. Orang yang telah hidup dengan Kristus dan yang telah melihat Kristus dan yang telah berbicara dengan Kristus sesudah kebangkitan-Nya, mempunyai wewenang dan kekuatan yang unik. Agar sebuah kitab dalam PB bisa dipandang asli betul harus diakui oleh anggota gereja mula-mula sebagai benar-benar rasuli, agar dianggap rasuli, maka harus ditulis langsung oleh rasul atau yang bertalian erat dengan para rasul.
Daftar kitab Perjanjian Lama ditetapkan di Yamnia: pada tahun 100. Dan daftar kitab Perjanjian Baru ditetapkan pada tahun 400.
Penterjemahan PB, sebagian atau seluruhnya, sudah dimulai pada abad ke 2 Sesudah Masehi, dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin (Vetera Antiqua), naskah ini disebut vulgata dan kemudian menjadi terjemahan resmi.
Daftar bacaan buku :
  1. Ensiklopedia Gereja I, II, A.Heuken SJ
  2. Apakah Alkitab benar ?, David Robert ord & Robert. B Coote
  3. Dapatkah Alkitab dipercaya ?, Fritz Ridenour
  4. Aku percaya, J. Verkuyl
  5. Pemahaman Iman GPIB
  6. Materi bina penatua diaken 2007 - 2012

Materi Katekisasi #5: FUNGSI DAN WIBAWA ALKITAB DALAM GEREJA
FUNGSI DAN WIBAWA ALKITAB DALAM GEREJA
Hal penting dan mendasar yang kerap menjadi pertanyaan tentang Alkitab adalah: "apakah fungsi Alkitab dan bagaimana memahami wibawa Alkitab dalam kehidupan orang beriman di masa kini yang terkesan sudah kurang menghargai dan tidak lagi memberi tempat bagi Alkitab?" Kemajuan teknologi dan perkembangan pola pikir manusia dan masyarakat telah menggiring cara pandang banyak orang, khususnya orang Kristen terhadap Alkitab menjadi lebih kritis. Dan bahkan bukan hanya kritis, tetapi cenderung mengarah pada sekularisasi Alkitab, sehingga Alkitab dipandang hanya sebagai salah satu dokumen penting untuk diteliti dan tidak lagi diberi ruang akan nilai sakral dan makna transendensi dari Alkitab itu sendiri sebagai Firman Tuhan. Hal ini semakin terasa dalam kehidupan orang Kristen terjadi pengelompokkan sikap dan perilaku orang Kristen terhadap Alkitab, yakni: Kelompok yang pertama adalah kelompok yang tetap mempertahankan sikap dan perilaku mereka memperlakukan Alkitab sebagai "yang suci" dan "penuh kuasa" oleh karena itu Alkitab cenderung disakralkan dan bahkan "dikeramatkan", sehingga pada waktu meninggal pun, Alkitab turut dimasukkan dalam peti jenazah. Kelompok kedua adalah kelompok yang tetap memberikan penghargaan khusus terhadap Alkitab sebagai "Kitab suci" namun tidak membelenggu diri dengan sikap berlebihan dengan mensakralkan Alkitab itu; Alkitab dipahami sebagai "Pedoman utama" dalam hidup beriman. Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang lebih ekstrim, yaitu kelompok yang memperlakukan Alkitab tidak berbeda dengan buku-buku lainnya, ia menjadi penting ketika diperlukan dan ia juga tidak perlu diberi penghargaan khusus sebagai "buku suci". Dari tiga kelompok orang yang mengapresiasikan Alkitab dalam kehidupan mereka maka tentu akan mempertegas pentingnya pertanyaan di atas, apa fungsi dan wibawa Alkitab dalam gereja?
Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut, maka pertama-tama perlu untuk diketahui dan dipahami rumusan Pemahaman Iman GPIB tentang Firman Allah. Pokok Pemahaman Iman GPIB tentang Firman Allah, khususnya pada alinea ke-3 dan ke-4 yang mengatakan bahwa:
Bahwa dengan terang Roh Kudus, persekutuan orang percaya menetapkan tulisan-tulisan yang memberitakan perbuatan Allah serta respon manusia terhadap tindakan Allah pada kurun waktu tertentu.
Bahwa dengan tuntunan Roh Kudus para penulis Alkitab menceritakan danmemberitakan perbuatan-perbuatan besar Allah dalam bentuk tulisan pada suatu kurun waktu tertentu dan juga respons manusia terhadap tindakan-tindakan Allah pada kurun waktu tertentu 3
Dari rumusan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa: pertama, ditegaskan bahwa Alkitab merupakan penyataan Allah yang disampaikan melalui kehadiran dan keberadaan orang (-orang) tertentu yang dipanggil dan diutus untuk menyatakan segala kehendak, rancangan dan perjanjian-Nya (bandingkan Pelajaran/Materi sebelumnya). Dan penyataan Allah ini dituangkan dalam bentuk pengalaman iman yang dipelihara melalui tradisi lisan (pengajaran) dan diteruskan dalam bentuk tulisan dengan beraneka ragam jenis tulisan. Namun, di atas segala proses tersebut, jelas bahwa semuanya dilakukan dengan terang Roh Kudus. Alkitab memang dituliskan oleh manusia, namun proses yang berlangsung bukan semata karena kemauan dan kemampuan manusia, tetapi karena campur tangan Allah melalui Roh-Nya yang Kudus. Maksudnya adalah bahwa Alkitab sebagai pernyataan tertulis yang berisikan berita tentang karya Allah bagi umat-Nya atau juga bagi dunia, diterima dipelihara dan diwariskan hanya dan oleh otoritas ilahi melalui keberadaan umat-Nya. Dengan demikian, wibawa Alkitab sebagai berita ilahi tidak berkurang oleh perkembangan jaman, Alkitab tetap memiliki wibawa ilahi karena karya-karya Allah yang diberitakan tidak hanya mempunyai makna penting bagi orang pada jamannya tetapi juga mempunyai makna penting bagi kehidupan umat selanjutnya, yaitu jemaat dan gereja. Alkitab berintikan Firman Tuhan tidak akan dapat dibuat sebagaimana ada dan kita wariskan hingga saat ini tidak akan ada tanpa kuasa dan tuntunan Roh Allah. Jadi Alkitab ada bukan karena manusianya, melainkan karena Allah berkenan melalui Roh-Nya menuntun, memampukan dan memakai orang-orang tertentu dan pada kurun waktu tertentu (2 Timotius 3 : 16 : "Segala tulisan yang diilhamkan Allah...."). Dan oleh karena itu, Alkitab mempunyai wibawa yang tidak dapat digantikan oleh siapapun, Tuhan Yesus sendiri menegaskan bahwa:
"17 Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. 18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19 Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga." (Matius 5 :17-19)
Alkitab memiliki wibawa sebagai KITAB SUCI bukan karena labelisasi oleh sekelompok orang tertentu, tetapi Alkitab adalah KITAB SUCI karena di dalamnya disaksikan karya dan perbuatan Allah, serta hukum dan kehendak-Nya yang dinyatakan oleh Allah melalui orang dan jaman tertentu. Oleh karena itu, wibawa Alkitab tidak pernah memudar seiring dengan majunya perkembangan jaman; sebaliknya, wibawa Alkitab tetap lestari karena Alkitab menyatakan / memberitakan karya dan perbuatan Allah yang mengubah dan membaharui melalui dan atas kehidupan umat yang pada jamannya mengalami karya dan perbuatan itu, juga atas kehidupan umat selanjutnya yang menghayati karya dan perbuatan Allah itu sendiri.
Dengan memahami bahwa wibawa Alkitab bukanlah hasil labelisasi dari sekelompok orang yang di kemudian hari, melainkan karena substansi berita yang dinyatakan oleh umat yang mengalami karya dan perbuatan Allah, maka dapat dipahami juga bahwa Alkitab memiliki fungsi yang sangat besar. Dalam Surat 2 Timotius 3 :15-17, Rasul Paulus memberikan penegasan akan fungsi dari Alkitab, yaitu:
  1. Alkitab adalah sumber utama yang menunutun seseorang untuk mengetahui, memahami dan mengenal bahkan menerima keselamatan dalam Kristus Yesus (ayat 15). Dengan Alkitab, iman seseorang mengalami pertumbuhan, bahkan kedewasaan untuk menghayati pengakuan percayanya;
  2. Alkitab mempunyai fungsi edukatif (pengajaran dan mendidik orang dalam kebenaran), fungsi korektif (menyatakan kesalahan), fungsi reflektif-kritis (memperbaiki kelakuan) - (ayat 16); dan
  3. Alkitab mempunyai fungsi untuk membangun citra dan kualitas diri serta kehidupan pribadi dan persekutuan orang percaya (ayat 17).
Alkitab mempunyai fungsi dalam hubungan dengan kehidupan orang percaya dan pertumbuhan iman dari orang percaya. Sehingga Alkitab mempunyai fungsi sentral dan dominan dalam kehidupan pribadi maupun umat. Hal ini menjadi penting, karena jika orang Kristen atau jemaat telah salah memahami fungsi Alkitab bagi mereka maka bukan tidak mungkin nilai fungsi Alkitab akan mengalami degradasi yang luar biasa, bahwa Alkitab akan disepelekan. Alkitab memiliki fungsi sentral dan dominan, karena hidup iman seseorang dan persekutuan ditumbuh-kembangkan tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Alkitab. Seseorang makin mengenal Allah, karya Keselamatan-Nya serta menghayati makna hidup berimannya tidak dapat lepas dari tuntunan Alkitab.
Fungsi Alkitab selanjutnya adalah dalam kaitannya dengan pembangunan tubuh Kristus (bandingkan Kisah Para Rasul 2Kisah Para Rasul 41 Korintus 121 Korintus 14Efesus 4). Yang dimaksudkan di sini adalah Alkitab berada pada posisi sentral bukan hanya dalam hal kehidupan iman personal atau komunal, tetapi juga posisi sentral itu berlaku, menerangi segala keputusan atau kebijakan yang diambil dalam menata dan membangun persekutuan orang percaya / jemaat. Segala keputusan dan kebijakan gerejawi tidak boleh lepas dari dasar Alkitab. Alkitab sebagai pernyataan kehendak Allah semestinya menjadi dasar pijak dan memayungi segala keputusan dan kebijakan gerejawi baik yang berlaku ke dalam mau pun ke luar, baik untuk tingkat di jemaat maupun di tingkat sinodal. Fungsi ini teramat penting, karena di sinilah letak perbedaan fundamental antara gereja dengan organisasi lainnya; antara keputusan dan kebijakan gerejawi dengan keputusan dan kebijakan organisasi sekuler lainnya. Hal ini juga menjadi penting dan mesti dihayati oleh setiap pribadi dalam gereja terutama para pelayan dan pejabatnya, segala keputusan dan kebijakan gerejawi adalah keputusan dan kebijakan yang mencerminkan citra dan kualitas wibawa Alkitab sebagai pernyataan Allah bagi umat maupun bagi dunia.
Dengan memahami akan fungsi dan wibawa Alkitab dalam gereja, maka peserta katekisasi hendaknya :
  1. Memelihara ketekunan dan kesungguhan dalam membaca dan menghayati pesan Alkitab
  2. Membangun kesetiaan untuk menerapkan penghayatan pesan Alkitab dalam hidup imannya secara pribadi
  3. Membangun dan melatih partisipasi aktif dalam kehidupan berjemaat dengan dasar pijak pada kebenaran Alkitabiah
-------------------------------------------------------------------------------------
3 Majelis Sinode GPIB, Pemahaman Iman, Jakarta: GPIB, 2007, halaman 9
Daftar Bacaan Buku :
  1. Majelis Sinode GPIB, Bahan Pelajaran Katekisasi Buku I, Jakarta: GPIB,
  2. Majelis Sinode GPIB, Bahan pelajaran Katekisasi Buku II, Jakarta: GPIB,
  3. Majelis Sinode GPIB, Pemahaman Iman, Jakarta: GPIB, 2007
  4. R. Soedarmo, Makna Ungkapan-ungkapan Asing dalam Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004
  5. R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
  6. Fritz Ridenour, Dapatkah Alkitab dipercaya ?, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001
  7. David Robert Ord & Robert B. Coote, Apakah Alkitab benar ? Memahami Kebenaran Alkitab pada Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
  8. David L. Baker, Satu Alkitab Dua Perjanjian: Suatu Studi tentang hubungan Teologis antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001
  9. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika: suatu Kompedium Singkat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Materi Katekisasi #7: TEMA-TEMA PERJANJIAN LAMA
MENGENAL TEMA-TEMA PERJANJIAN LAMA

Pengantar
Mempelajari Perjanjian Baru tanpa pengetahuan dasar dalamPerjanjian Lama adalah laksana mendengarkan hanya irama bagian akhir dari sebuah simphoni yang besar. Jika kita tidak mulai pada permulaannya, kita tidak akan merasakan perkembangan tema-tema itu dan berbagai variasinya yang halus. Agar dapat mengindahkan sepenuhnya musik Alkitab, kita harus mendengarkan irama awalnya.
Melalui uraian pelajaran tentang struktur dalam Perjanjian Lama di pertemuan yang lalu, telah sedikit kita temukan rancangan karya keselamatan Allah yang berlaku bagi kehidupan umat-Nya. Dan saat ini disediakan bagi kita seperangkat catatan mengenai berbagai tema penting di Perjanjian Lama. Dengan membiasakan diri mendengarkan tema-tema ini, kita akan diarahkan menuju pelajaran yang akan memperkaya kerohanian dan meningkatkan pengertian kita akan Kasih Allah yang menyelamatkan. Uraian dari tema-tema Perjanjian Lama ini gambarannya bagaikan sebuah simponi. Ada uraian pokok-pokok sentral, tetapi tidak ada satu titik yang dapat dianggap sebagai pusatnya. Itu berarti kita melihat kesatuan dari suatu keseluruhan. Jadi tema-tema atau pokok-pokok yang akan diuraikan semuanya saling melengkapi dan bersangkut-paut. Dan akhirnya kita akan menemukan Karya keselamatan Allah yang terbukti dan terus menyelamatkan dengan menghadirkan Kerajaan-Nya dulu, kini dan masa depan.
Tema-Tema dalam Perjanjian Lama
Menguraikan tema-tema Alkitab dalam pemaparan saat ini membuat kita menemukan 'benang merah' di dalam Alkitab dan akhirnya kita dapat menyadari bahwa Alkitab ternyata masih berbicara kepada kita pembaca-pembacanya masa kini.
Adapun uraian tema-tema besar dalam Perjanjian Lama adalah sebagai berikut; Allah dan manusia, Allah yang bertindak lewat peristiwa keluaran / eksodus, hukum Taurat dan ikatan perjanjian, hikmat, pembuangan dan pemeliharaan, hari Tuhan dan ciptaan baru.
Allah dan Manusia :
Kisah penciptaan dalam Kejadian 1 mengundang kita untuk memandang dunia ini sebagai hasil pekerjaan Allah Pencipta yang mengundang kita bersukacita melihat kebaikan dari apa yang diciptakan-Nya. Dalam kerangka rencana Sang Pencipta, manusia menempati kedudukan yang khas. Diungkapkan bahwa manusia diciptakan "Menurut rupa dan gambar Allah", artinya manusia berada dalam hubungan pribadi yang bertanggung-jawab dengan Tuhan.
Dengan latar belakang ini, Alkitab memulai kisahnya mengenai perjumpaan Allah dengan manusia di dalam sejarah. Namun, apabila kita mulai dengan Allah sang Pencipta, kita tidak sementara berpikir bahwa Alkitab dimulai dengan spekulasi mengenai penciptaan dunia ini. Itu berarti bahwa apa yang hendak dikatakan Alkitab mengenai Allah bersumber pada beberapa rentetan peristiwa di dalam sejarah manusia. Dalam peristiwa itu Allah berhadapan dengan manusia.
"Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau ke luar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan" (Keluaran 20 : 2)
Pokok ini mendapatkan tempat yang utama di dalam Perjanjian Lama daripada kepercayaan pada Allah sang Pencipta. Namun bila kita ingin memperhatikan atau memahami kisah tindakan Allah dalam sejarah manusia, maka barangkali sebaiknya kita mulai dengan kisah tindakan Allah dan manusia, sebab hanya di bawah terang inilah makna kisah tindakan Allah dapat menjadi jelas bagi kita.
Alkitab berbicara mengenai Allah sang Pencipta:
"Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh Firman Allah..." (Ibrani 11 : 3)
Bahwa dunia ini tidak terjadi secara kebetulan ada. Keberadaannya berasal dari kuasa Allah yang kreatif. Alkitab menggunakan beberapa ungkapan untuk menguraikan hubungan Tuhan dengan alam semesta. (Ayub 38 : 4 - 6; bandingkanMazmur 104 : 5). Kalimat "Pada mulanya Allah menciptakan (bara) langit dan bumi" (Kejadian 1:1). Bagian ini adalah himne (madah), bukan teori ilmiah. Sehingga tidak untuk dipertentangkan. Menurut Kejadian 1, dunia ini berada sebagai ungkapan kehendak dari Allah yang mahakuasa. Sejak mulanya Allah telah berfirman, dan dengan Firman-Nya segala yang semula tidak ada menjadi ada. Dan Allah menilai apa yang dijadikannya itu baik (Kejadian 1:4,10,12,17,25) malah sungguh amat baik (Kejadian 1:31). Wujud dari kelengkapan hidup itu adalah taman Eden (Kejadian 2:8-17).
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa Tuhan-lah yang menjadikan segala sesuatu dan Ia adalah Pencipta yang Esa. Ia memberikan kepada manusia untuk menikmati segala kelengkapan itu yakni suatu suasana aman, tentram dan sejahtera. Dan di dalamnya Allah memberikan batasan dan tatanannya. Dan benar bahwa sejak awal mula tidak ada apa yang disebut kebebasan mutlak, apalagi kebebasan untuk merebut kedaulatan dan kewenangan Allah. Ketika manusia melanggar hal itu yakni batasan yang di buat Allah, manusia dikenai tindakan yang tegas dari Allah : ia diusir dari taman Eden (Kejadian 3:23-24). Kembali terbaca berfirmanlah Tuhan Allah...... (Kejadian 3:22). Manusia harus taat kepada yang Allah tata dan dimintai bertanggung jawab atas apa yang ia buat (Kejadian 3:9-12). Dan karena dinilai bersalah maka tidak bisa tidak tindakan Allah terjadi (Kejadian 3: 13,14,16,17). Di sinilah dapat kita saksikan kebebasan dan tanggung jawab adalah dua sisi kemanusiaan yang sudah ada sejak awal mulanya. Manusia diciptakan untuk hidup dalam hubungan pribadi yang mesra dengan Allah, serta mengusahakan dan memelihara alam semesta dan mengembangkan hubungan baik dan penuh kasih dengan sesama. Sampai disini Alkitab menjabarkan drama besar mengenai Allah dan Manusia dalam panggung sejarah dunia.

Allah yang bertindak :
Membaca Perjanjian Lama secara keseluruhan akan membuat kita menemukan karya dan tindakan Allah di dalam setiap peristiwa-peristiwa sebagai berikut:
  1. Orang-orang Ibrani menganggap bahwa nenek moyang mereka yang menggembara, Abraham, datang dari Mesopotamia untuk menjawab panggilan Allah. Dalam anggapan ini kita dapat melihat ciri khas kesaksian Alkitab - prakarsa berada pada pihak Tuhan.
  2. Yang menjadi pusat dalam pengajaran Perjanjian Lama adalah tema Keluaran, yaitu mengenai pembebasan budak-budak Ibrani dari Mesir pada permulaan abad ke-13 Sebelum Masehi. Hal ini diproklamasikan sebagai karya besar Allah yang menyelamatkan dan memilih suatu umat bagi diri-Nya sendiri. Nama Ibrani untuk TUHAN, YHWH, menekankan pada hakekat Allah yang dinamis dan kreatif. Pentingnya tema Keluaran ini dilukiskan dalam ibadat dan perilaku sehari-hari.Allah menjadi pusat ibadat orang Israel. Dan perilaku yang dikehendaki dari seorang warga Israel adalah kepatuhan sebagai suatu jawaban yang penuh syukur kepada Allah yang telah melakukan karya-karya besar bagi umat-Nya. Dasa titah misalnya, dimulai dengan menyinggung kisah Keluaran. Allah dalam perjanjian lama bukan hanya sekedar definisi melainkan Allah dipahami lewat tindakan-Nya yang aktif dinamis dan nyata dalam peristiwa-peristiwa sejarah dalam keberadaan-Nya yang tak terbatas dan kekal. (Yosua 24:2-13) Hal itu adalah sebagai berikut; 2000 Sebelum Masehi, bagian utara lembah Mesopotamia direbut dan didiami oleh suku-suku Semit yang oleh orang-orang Babilonia disebut "Amori". Dan setelah ditelusuri Abraham berasal dari salah satu kota-kota orang Amori, Haran. Firman Tuhan datang kepada Abram (Kejadian 12:1-3) dan Abram serta keluarganya memenuhi panggilan Tuhan. Allahlah yang mengambil prakarsa. Ia bersabda pada orang tertentu dan waktu tertentu. Allah meminta kepada Manusia untuk memenuhi kehendak-Nya dan berjalan dalam janji-Nya. Dalam proses perjalanan waktu mereka menjumpai kesenangan dan mengalami nasib buruk mereka diperlakukan sebagai budak. Beban penderitaan semakin buruk dan amat berat. Lagi-lagi Allah mengambil prakarsa. Ia memanggil Musa, dialah yang dipilih sebagai alat dan melalui Musa pembebasan itu dilaksanakan. Musa membawa keluar bangsa Israel dari Mesir dari Kekuasaan Firaun. Pertolongan Tuhan nyata. Dengan demikian Karya dan janji Allah nyata dalam sejarah.

Hukum Taurat dan Ikatan Perjanjian;
Musa adalah orang yang dikenal sebagai orang yang dipilih Allah untuk menyampaikan kesepuluh Firman. (Keluaran 20:1-17,Ulangan 5:1-22). Firman itu merupakan intisari Taurat, yang mengandung apa yang dikehendaki Tuhan, untuk dilakukan setiap orang yang telah menerima perjanjianNya. Perjanjian itu juga meliputi segala perbuatan yang akan Tuhan lakukan sebagai wujud hubungan yang erat dengan umat, dan tersurat di dalam apa yang umat harus lakukan sebagiai tanda ketaatannya kepada Tuhan. (Keluaran 34:10-25). Ketaatan yang dikehendaki Tuhan harus dilakukan umatNya. Ketaatan itu dilakukan setelah Tuhan menyelamatkan umatNya. Akte, tata dan taat adalah wujud ikatan Perjanjian itu. Dimana Akte dan tata adalah prakarsa Tuhan sedangkan yang ketiga yakni taat adalah wujud sikap umat terhadap Tuhan-Nya. Peristiwa dari perbudakan di Mesir dan peristiwa pembuangan di Babel merupakan tonggak sejarah menyangkut akta keselamatan dan pemulihan yang Tuhan lakukan terhadap umat-Nya karena ikatan perjanjian. (Yeremia 31:33) AKU AKAN MEJADI ALLAH MEREKA DAN MEREKA AKAN MENJADI UMATKU. Terungkap bahwa isi perjanjian itu adalah Taurat. Lewat memberlakukan titah dan perintah Allah maka identitas umat dapat menjadi kesaksian dan dengan demikian Karya dan perbuatan Allah dinyatakan Kuasa-Nya.
Hikmat
Perkembangan Gagasan Tentang Hikmat. Kepustakaan Perjanjian Lama mengenai hikmat ialah bentuk sastra yang umum dikenal pada daerah Kuno di Timur Dekat. Kesusastraannya meliputi amsal dan nasihat, renungan-renungan panjang mengenai kehidupan (Pengkhotbah), dan percakapan-percakapan mengenai problem hidup (Ayub). Pokok-pokok pikirannya tercermin dalam kata Ibrani Hokmah dari akar kata yang berarti teguh dan berpengalaman. Kata-kata sejenis biasa diterjemahkan dengan "Pengertian" dan "kebijaksanaan".Dan pada dasarnya hikmat adalah seni yang sangat praktis untuk trampil dan sukses dalam hidup. Hikmat adalah pengetahuan untuk menjalani hidup (Amsal 1:5). Tempat hikmat adalah di dalam hati, yang menjadi pusat pengambilan keputusan yang bermoral dan berakal.(1 Raja-raja 3:9,12). Jika upacara keagamaan adalah bentuk ibadah di dalam bait suci atau kemah pertemuan, maka hikmat adalah jiwa ibadah yang diluaskan sampai ke rumah dan pasar. Gagasan yang lebih tua dari agama Israel adalah hikmat berasal dari Allah. Dan manusia sebagai penerima hikmat sangat disadari memiliki keterbatasan walaupun ia telah merasa telah berada sebaik-baiknya dalam hidupnya. Orang yang benar-benar bijak adalah orang yang mengerti akan hal ini. Dan kesadaran ini menghasilkan kerendahan hati (Amsal 18:12) dan mereka tidak merasa terganggu oleh keterbatasan ini. Namun meski hikmat mengandung keterbatasan karena manusia juga terbatas, namun penggunaan hikmat tetap memberi kita pengharapan (Amsal 8). Amsal mencapai puncaknya dalam pencaian hikmat oleh manusia dengan hidup berkenan kepada Tuhan. Di sinilah kita melihat bahwa apa yang dapat disebut panggilan kepada keselamatan terjadi dan bila kita tidak menghiraukan maka akan menuju maut atau kebinasaan.
Pembuangan dan Pemulihan
Pembuangan yang dialami umat tidaklah berarti tamatlah riwayat umat. Perjanjian Baru ke dalam hati umat di Pembuangan justru adalah awal pemulihannya. Yehezkiel, Ezra dan Nehemia, raja Koresy dan Arthasasta dipakai oleh Allah untuk menyatakan kuasa Firman yakni Akta dan sekaligus perbuatan-Nya. "Aku Tuhan, yang mengatakannya dan akan membuatnya (Yehezkiel 36:36).. serta pengakuan " .. Oleh karena Tangan Tuhan, Allah-Nya, melindungi dia (Ezra 7:6, Nehemia 2:8)" Nubuat bahwa orang Israel yang terbuang akan Tuhan kumpulkan kembali benar-benar menjadi kenyataan (Yesaya 11:12,56:8). Firman dan Akta menyatu.. terbukti dan menyelamatkan.
Hari Tuhan dan ciptaan Baru : Yom Yahwe = Hari Tuhan
Ungkapan itu diterjemahkan sebagai saat dan waktu Tuhan bertindak. Sifat tindakan itu bisa menyelamatkan (Keluaran 12:40-42), bisa juga menghukum (Yeremia 15:59), bisa juga memenuhi janji yang sudah berabad-abad sebelumnya (Lukas 2:11, Mikha 5:1-2, Yesaya 9:5, 7:14) Waktu adalah proses yang berlangsung dalam kurun waktu dulu, kini dan akan datang. Dalam proses Penciptaan, perjalanan kehidupan umat Allah dan peristiwa lahirnya Anak Manusia dan pada kedatangan-Nya yang kedua kali.
Pemulihan adalah suatu ciptaan baru, sama seperti yang dialami Nuh. Terjadi sesuatu yang baru oleh Akta Tuhan yang menyelamatkan, dengan menyelamatkan sisa orang Israel yang setia yang mengecap pembaharuan yang diadakan Tuhan. Dalam bahasa Paulus ; Siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru (2 Korintus 5:17), karena akta pendamaian yang Allah buat dengan perantaraan Kristus (2 Korintus 5:18) bukan saja untuk manusia tetapi juga untuk dunia (2 Korintus 5:19). Pemulihan itu berwujud pendamaian, ketika hubungan antara umat dipulihkan oleh Akta Tuhan sendiri. Pemulihan itu terjadi tidak saja lewat pengembalian sisa-sisa umat Israel dari Pembuangan, tetapi juga menjangkau Akhir Zaman dimana terdapat ketentraman, kenyamanan, kesejahteraan dan kebahagiaan (Yesaya 65:17-25, 66:22; bandingkan Wahyu 21, 2 Petrus 3:13, sedangkan di Yesaya 11:6-10 dikaitkan dengan seseorang yang penuh Roh Tuhan, yang akan menghakimi dengan keadilan (Yesaya 11:1-5).
Kesimpulan
Dengan demikian dapat kita saksikan bahwa begitu Allah mengucapkan Firman-Nya, begitu pula kejadian dimulai sebagai peristiwa, dan pada saat itu pula sejarah dimulai. Dari titik awal sejarah ke titik lainnya, peristiwa demi peristiwa terjadi dari angkatan ke angkatan terjadi sebagai wujud nyata dari Firman-Nya. Melalui orang-orang yang Dia pilih dari berbagai zaman, Ia menyatakan bahwa Ia tetap ada. Oleh sebab itu Ia menyebut diri-Nya ; Aku adalah Aku (Keluaran 3:14). Dan dalam perjalanan sejarah, pada zaman yang ditetapkan (Yesaya 9:5, Mikha 5:1) Yesus Kristus, Mesias yang disebut Firman (Yohanes 1:1), hadir sebagai wujud janji Allah, yang mengawali zaman baru dengan Perjanjian yang baru (Yeremia 31:31). Melalui sengsara derita sampai kematiaan-Nya di atas kayu salib (1 Petrus 2:21-24), kehadiran Yesus di pentas sejarah dunia tenyata adalah satu-satunya jalan pendamaian (2 Korintus 5:18). Dia sajalah yang mengucapkan kata-kata ; Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup... (Yohanes 14:6).
Daftar kepustakaan ;
  1. Pemahaman Iman GPIB
  2. Materi Bina Penatua dan diaken Periode 2007 - 2012, Majelis Sinode GPIB
  3. Pdt.O.E.Ch.Wuwungan, D.Th. Bina Warga bunga rampai Pembinaan Warga Gereja, BPK Gunung Mulia, 1994.
  4. David L Baker, Mari Mengenal Perjanjian lama, BPK Gunung Mulia, 2008
  5. William Dyrness, Tema-tema dalam Theologia Perjanjian Lama, Penerbit Gandum Mas, 2009
  6. Robert Davidson, Alkitab berbicara, BPK Gunung Mulia, 2001.

Materi Katekisasi #8: KANON PERJANJIAN BARU
Alkitab sebagai Kitab Suci Kristen terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama kita disebut Perjanjian Lama (disingkat PL), yang kita terima atau warisi dari orang Yahudi, terdiri dari 39 (tiga puluh sembilan) kitab dan sebagian besar ditulis dalam bahasa Ibrani. PL adalah Kitab Suci orang Yahudi. Bagian kedua disebut Perjanjian Baru (PB), yang khas Kristen, terdiri dari 27 (dua puluh tujuh) kitab dan ditulis dalam bahasa Yunani.

Beberapa puluh tahun sesudah naiknya Yesus ke surga, mulai bermunculan tulisan-tulisan mengenai kehidupan dan perbuatan Yesus (yang kemudian membentuk kitab-kitab Injil), tulisan mengenai kehidupan dan perbuatan para rasul (Kisah Para Rasul), tulisan yang berisikan nubuat tentang masa depan Gereja (Wahyu) serta surat-surat berisi pengajaran yang ditujukan entah kepada jemaat tertentu atau keseluruhan Gereja, entah kepada perorangan (Filemon, Titus, Timotius). Dari tulisan-tulisan itu segera dipilih dan dikhususkan sejumlah tertentu, yang kemudian menjadi 27 (dua puluh tujuh) kitab-kitab PB. Jadi PB bukan satu kitab, melainkan suatu kumpulan kitab-kitab, suatu perpustakaan kecil. Semua kitab-kitab PB berbicara tentang Yesus Kristus, karya-Nya dan ajaran-ajaran-Nya. Meskipun PB berpusat pada Yesus Kristus, namun di dalamnya terdapat juga hal-hal mengenai orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yakni jemaat Kristen mula-mula dan hal-hal yang mereka hadapi. Kitab-kitab PB tidak sama ciri-coraknya; mereka berbeda satu dengan yang lain. Susunan ke-27 kitab-kitab PB - seperti yang sekarang kita jumpai dalam Alkitab - disusun menurut urutan tertentu, bukan menurut waktu penulisannya. Artinya, kitab yang pertama (Matius) dalam PB tidak menunjukkan bahwa ditulis paling dahulu dan merupakan kitab PB yang paling tua.

1. Injil - injil
PB dibuka dengan empat kitab-kitab yang disebut "Injil". Kata "Injil" berasal dari bahasa Yunani euanggelion, yang berarti "kabar baik" atau "berita kesukaan." Kitab-kitab ini hendak memberitakan "kabar baik," yaitu mengenai Yesus Kristus. Kitab-kitab Injil PB adalah Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes. Isinya sebagian besar berupa cerita-cerita mengenai hidup Yesus, karya-Nya, ajaran-ajaran-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya. Semua cerita-cerita dalam kitab-kitab Injil berakhir pada cerita tentang penampakan diri Yesus sesudah kematian-Nya di salib dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Karena iman Kristen berpusat pada Yesus Kristus, wajarlah kitab-kitab Injil (yang berisi cerita-cerita mengenai Yesus) ditempatkan pada urutan pertama dalam PB. Injil yang dianggap paling tua adalah Injil Matius. Injil Markus dianggap ditulis sesudah Injil Matius, maka ditempatkan pada urutan kedua. Injil Lukas menyusul Injil Markus, dan terakhir Yohanes. Jadi para penyusun kitab-kitab PB mengurutkan kitab-kitab Injil berdasarkan urutan waktu. Namun sekarang ini para ahli Kitab Suci umumnya menganggap Injil Markus adalah yang tertua dari keempat kitab-kitab Injil itu.

2. Kisah Para Rasul
Kitab Kisah Para Rasul berisi kisah mengenai apa yang terjadi setelah Yesus dimuliakan, naik ke surga. Ciri-coraknya hampir mirip dengan kitab Injil. Di dalamnya kita membaca cerita-cerita tentang munculnya jemaat Kristen mula-mula, kehidupannya dan penghambatan yang dihadapinya. Disebut kisah para "rasul", sebab di dalam cerita-cerita Kisah Para Rasul ditampilkan tokoh-tokoh rasul yang memainkan peranan dalam kehidupan jemaat mula-mula, khususnya rasul Petrus dan rasul Paulus. Kisah Para Rasul sebenarnya merupakan jilid kedua dari Injil Lukas (lihat Lukas 1:1; Kisah Para Rasul 1:1). Namun dalam urutan yang sekarang, Kisah Para Rasul terpisah dari Injil Lukas oleh Injil Yohanes. Kisah Para rasul berakhir dengan cerita mengenai rasul Paulus dalam tahanan di kota Roma.

3. Surat-surat
Sesudah kitab Kisah Para Rasul, kita berjumpa dengan sejumlah kitab yang ciri-coraknya sangat berbeda dari kelima kitab-kitab PB yang terdahulu. Kitab kitab ini tidak berisi cerita atau kisah, tetapi lebih berupa anjuran, nasihat atau wejangan, yang lazim disebut "surat" rasuli (yang ditulis oleh rasul atau murid rasul). Sebagian memang berupa surat, namun ada juga yang isinya sebenarnya adalah risalah, khotbah atau kumpulan petuah. Ada yang panjang sekali, tetapi ada juga yang amat pendek.
  • a. Surat-surat Paulus. Yang paling banyak dalam kelompok surat-surat ini adalah surat-surat tulisan rasul Paulus (ada 14 surat). Surat-surat Paulus diurut sesuai dengan alamatnya. Surat-surat kepada jemaat ditempatkan lebih dahulu. Surat-surat kepada jemaat-jemaat diurut dari yang paling panjang (Roma) hingga yang paling pendek (2 Tesalonika). Jadi urutan itu tidak berdasarkan pada waktu penulisan. Sesudah surat-surat kepada jemaat, barulah surat-surat kepada pribadi-pribadi tertentu, yang juga diurut sesuai panjangnya. Lazimnya surat-surat Paulus dibedakan: surat-surat besar (Roma, 1 & 2 Korintus, Galatia); surat-surat dari penjara (Efesus, Filipp, Kolose, Filemon) karena di dalamnya disebut bahwa ia mengirimnya dari dalam penjara; dan, surat-surat pastoral (1 & 2 Timotius, Titus), karena berbicara mengenai soal pastoral (penggembalaan) dan/atau pastor (gembala) jemaat. Surat Ibrani ditempatkan dalam urutan paling akhir dalam kelompok surat-surat Paulus, meski surat ini cukup panjang. Mengapa? Ini dikarenakan orang masih ragu apakah surat Ibrani ditulis oleh rasul Paulus. Di dalam surat Ibrani tidak disebutkan siapa yang menjadi penulis atau pengirim surat itu.
  • b. Surat-surat Katolik (Am). Sesudah kelompok surat-surat Paulus, ada 7 (tujuh) surat lain. Ketujuh surat-surat itu lazim disebut "surat-surat katolik" atau "surat-surat am," artinya umum. Surat-surat ini tidak dialamatkan kepada jemaat atau pribadi tertentu, tetapi kepada sejumlah (1 Petrus) atau pada umum (1 Yohanes), tanpa menyebut alamat yang dituju (Yakobus, 2 Petrus, Yudas). Hanya 2 Yohanes yang dialamatkan kepada tertentu (Yang tidak disebutkan namanya) dan 3 Yohanes kepada orang tertentu.

4. Wahyu

Kitab Wahyu Yohanes ditempatkan terakhir dalam susunan kitab-kitab PB. Kitab ini mempunyai ciri-corak yang lain lagi. Meski kitab ini nampak sebagai surat, namun sebenarnya merupakan kumpulan penglihatan mengenai kehidupan jemaat Kristen dan dunia seanteronya. Kitab ini mengarahkan pandangan jemaat ke masa depan, masa terakhir dari sejarah. Pantaslah kitab ini ditempatkan pada urutan terakhir dari susunan PB, bahkan dari seluruh susunan Alkitab (PL & PB). Kitab Wahyu menjadi penutup dari sejarah penyelamatan dalam Alkitab.

Materi 9
Katekisasi › Materi 9
TEMA-TEMA PERJANJIAN BARU
Pendahuluan
Perjanjian Baru (PB) adalah bagian tak terpisahkan dari Alkitab (Kitab Suci) sebagai satu kesatuan dengan Perjanjian Lama. Perjanjian Baru (PB) terdiri dari 27 Kitab dan dibagi dalam 4 (empat) kelompok Kitab-Kitab, yaitu :
- Kitab-Kitab Injil,
- Kitab Sejarah (Kisah Para Rasul)
- Surat-Surat :
- Surat-Surat Paulus,
- Surat-Surat Umum
- Surat-Surat Petrus
- Surat-Surat Yohanes
- Kitab Wahyu (apokaliptik)
Perjanjian Baru (PB) umumnya ditulis dengan Bahasa Yunani, dan beberapa bagian dari kitab Injil ditulis dengan Bahasa Aram.
Ke-27 kitab Perjanjian Baru ditulis bukan oleh satu orang saja, tetapi oleh sekian banyak orang; baik pribadi, maupun kelompok penulis. Awalnya ditulis dalam lembar-lembar tulisan lepas untuk menjawab kebutuhan para pendengar dalam situasi dan kondisi tertentu.
Proses penulisan Kitab Perjanjian Baru tidak berlangsung dalam waktu singkat, tetapi puluhan tahun. Dimulai sekitar tahun 54 dan berakhir pada tahun 100, yaitu dalam Sidang Sinode di Yamnia, dimana ditetapkan Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) ditetapkan sebagaiKanon, sumber ajaran yang benar.
Maksud dan Tujuan Penulisan PB
Tulisan-tulisan yang disatukan dalam Perjanjian Baru ditulis dengan maksud untuk menyaksikan dan memperkenalkan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Tujuannya di satu pihak, adalah untuk menguatkan para murid agar sungguh-sungguh percaya dan beriman kepada Tuhan Yesus, sehingga tidak disesatkan oleh ajaran-ajaran sesat yang meragukan ke-Tuhan-an Yesus. Pada pihak lain, adalah untuk memperlengkapi para murid untuk terus meberitakan tentang Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kepada segala bangsa dan suku bangsa di seluruh dunia.
Pada waktu itu, para murid Yesus berhadapan dengan berbagai ajaran yang berlatar-belakang filsafat Yunani dan tradisi Yudais yang sangat berkembang pesat dan mendominasi. Kedua ajaran ini cenderung menekankan 'ke-Manusia-an`; dalam arti memahami Yesus hanya sebagai manusia semata. Sisi ke-Tuhanan dan ke-Mesias-an Yesus sangat diabaikan. Oleh karena itu, jika kita membaca Perjanjian Baru dengan seksama maka kita akan menemukan tema-tema terkait dengan masalah tersebut.
Tema-tema Perjanjian Baru
Tokoh sentral dalam Perjanjian Baru adalah Yesus Kristus. Karena itu, tema-tema sentral di dalam Perjanjian Baru, tidak lain adalah terkait Yesus Kristus, yaitu:
1. Kelahiran Yesus.
Kelahiran Yesus dianggap tema penting oleh para penulis Injil, khusus penginjil Matius, Lukas dan Yohanes. Tema ini diangkat untuk menekankan bahwa Yesus, bukan saja manusia tetapi adalah Tuhan yang menjadi manusia. Dengan kata lain, tema tentang kelahiran Yesus dimunculkan untuk menghantam paham dan ajaran yang menolak Yesus sebagai Tuhan.
2. Pelayanan Yesus
Pelayanan Yesus menjadi tema penting karena terkait dengan paham tentang Kerajaan Allah. Bahwa Pelayanan Yesus bertujuan untuk mewujudkan Kerajaan Allah di bumi. Pertama-tama dalam arti dan semangat politis, yakni untuk mewujudkan Kerajaan Israel Raya. Namun, karena mendapat tantangan dari pihak para pemimpin agama Yahudi, khusus para imam; juga karena terjadi perpecahan dalam gerakan Yesus maka Kerajaan Allah yang tadinya bermakna politis bergeser ke paham eskhatologis. Terkait dengan paham itu maka kita bisa mengerti bahwa Kerajaan Allah yang diperjuangkan oleh Yesus dalam pelayanan-Nya bukan lagi menjadi milik orang Yahudi, tetapi milik semua orang yang menerima serta percaya kepada-Nya.
3. Penderitaan dan Kematian Yesus.
Penderitaan dan kematian Yesus menjadi tema penting karena mencakup dan menjelaskan beberapa tema lainnya, antara lain : a) tentang kurban Anak Domba, yang harus dipersembahkan untuk menebus dan menyucikan dosa manusia; b) tentang solidaritas dan keberpihakan Tuhan kepada orang-orang kecil, miskin, lemah dan menderita, dengan tujuan untuk membebaskan mereka dari berbagai penderitaan akibat dosa serta mengangkat mereka agar setara dengan manusia lainnya.
4. Kebangkitan Yesus.
Kebangkitan Yesus adalah tema sentral dalam Perjanjian Baru, dan bahkan seluruh Alkitab, yang mencakup Perjanjian Lama. Sebab tema ini memperjelas semua tema lainnya di dalam Alkitab. Misalnya, kemenangan atas godaan dan dosa; pemulihan dan pembaharuan citra manusia yang telah rusak oleh Adam (Manusia Baru >< Manusia Baru); penggenapan hukum Taurat dan nubuat para nabi (Musa dan Elia). Kebangkitan Yesus juga menjadi pusat iman Kristen dan Sumber Hidup. Dari tema ini kemudian dikembangkan tema-tema lain tentang 'Hidup Baru`, 'Kebangkitan Orang Mati,` 'Hidup Kekal` dan lain-lain.
5 . Kenaikan Yesus dan Pencurahan Roh Kudus.
Kenaikan Yesus menjadi tema khusus karena menjelaskan tentang pengagungan dan pemuliaan Yesus sebagai Mesias; Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Terkait dengan tema ini muncul tema tentang Pengharapan Kristen.
Kenaikan Yesus berkaitan erat dengan Pencurahan Roh Kudus, sebagai penggenapan janji Yesus sebelum menderita (Yohanes 15) dan sebelum terangkat ke surga (Kisah Para Rasul 1). Pencurahan Roh Kudus, dan khusus peranan Roh Kudus menonjol dalam hal pembentukan gereja (persekutuan orang-orang) dan juga berkarya dalam diri dan kehidupan orang percaya serta memberi keberanian, kekuatan, penghiburan dan pertolongan bagi orang-orang percaya dalam tugas pemberitaan Injil kepada segala makhluk sampai Hari Kedatangan kembali. Inilah yang telah dilakukan oleh para Rasul, sebagaimana nyata dalam surat-surat di dalam Perjanjian Baru, dan akan terus dilakukan oleh Gereja di sepanjang zaman.
6. Kedatangan Kembali Yesus.
Tema Kedatangan Kembali menjadi penting karena merupakan puncak dari seluruh peristiwa Yesus Kristus. Tema ini sekaligus memuncul tema lain, misalnya: Eskhaton (Akhir Zaman) dan Masa Depan Yang Pasti, serta Pemenuhan Kerajaan Allah (Lukas 13:29). Bahwa Yesus akan datang sebagai Raja dan Hakim, yang akan mengadili semua orang. Mereka yang setia beriman di tengah berbagai tantangan akan hidup kekal dan mendapat mahkota; tetapi mereka yang tidak setia menyangkal Yesus akan mendapat hukuman kekal. Yesus juga akan datang untuk membarui segala sesuatu, di langit, maupun bumi sehingga akan tercipta langit baru dan bumi baru.
Tema Kedatangan Kembali menjadi energy bagi pengharapan Kristen, sehingga di tengah tantangan dan pencobaan orang-orang percaya selalu berharap bahwa Yesus pasti datang; cepat atau lambat, Dia akan datang untuk membebaskan orang percaya dari duka dan derita serta menyelamatkan mereka. Inilah yang digambarkan dalam kitab Wahyu.
Penutup
Jelas bahwa tema-tema dalam Perjanjian Baru tidak bisa dilepaskan dari Peristiwa Yesus Kristus. Sebab semua tulisan PB, baik Kitab Injil, maupun surat-surat, terfokus pada tokoh Yesus, karya dan pelayanan-Nya serta perdebatan dan bahkan perlawanan di sekitar kedirian-Nya.
-------------------------------------
Daftar Kepustakaan:
1. Alkitab, 2003; LAI
2. Pengantar Perjanjian Baru
3. Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru.
4. Dll.
JIKA ADA PERTANYAAN YANG BERKAITAN DENGAN MATERI KATEKISASI SILAHKAN MENGHUBUNGI KAMI :KLIK DI SINI
Download Materi :Klik di sini(word) Klik
SEJARAH PENGAKUAN IMAN RASULI (CREDO APOSTOLICUM)

Pengantar

Pada pertemuan
saudara dibimbing memahami proses muncul dan berkembangnya kredo-kredo atau pengakuan-pengakuan iman gereja, yang berfokus pada Pengakuan Iman Rasuli. Sesuai dengan konteks munculnya dan penggunaannya dalam gereja sekarang ini, peserta diajak untuk mengkritisi fungsi dan kegunaan kredo atau pengakuan iman dalam hidupnya sebagai warga GPIB.


Uraian Materi Pembelajaran 

Pengakuan iman adalah ungkapan yang digunakan untuk menerjemahkan istilah Latin, credo (Inggris creed, di-Indonesia-kan dengan "kredo"), yang berarti "Aku percaya" Istilah kredo atau pengakuan iman ini digunakan untuk menunjuk pada pernyataan iman, pokok-pokok ringkas kepercayaan Kristen, yang diterima umum oleh semua gereja. Atas dasar itu, kredo (pengakuan iman) tidak digunakan untuk pernyataan iman yang berkaitan dengan suatu denominasi gereja. Pernyataan iman suatu denominasi gereja lazimnya disebut konfesi (confession). Jadi, kredo (pengakuan iman) mengacu pada keseluruhan gereja (oikumenis), yang berisi pernyataan-pernyataan kepercayaan yang diterima oleh semua gereja. Sebuah kredo (pengakuan iman) telah diterima sebagai suatu ringkasan pokok-pokok iman Kristen yang formal dan universal.

Di kalangan gereja pada masa patristik (bapa-bapa gereja, 100-451) kata Yunani symbolum atau Latin symbola (: simbol, lambang, tanda pengenal) digunakan untuk menunjuk pada kredo (pengakuan iman) yang diterima gereja dan wajib dipegang oleh semua orang Kristen. Ada tiga kredo atau pengakuan iman dari gereja masa itu yang diterima secara universal di seluruh gereja, dan karena itu disebut ketiga simbol oikumenis. Ketiga simbol oikumenis itu adalah: SymbolumApostolicum (Pengakuan Iman Rasuli) yang lahir di Gereja Barat (Eropa Barat kuno dan berbahasa Latin, Symbolum Niceano-Constantinopolitanum (Pengakuan Iman Nicea-Konstatinopel) yang lahir di Gereja Timur (Eropa Timur kuno dan berbahasa Yunani) tahun 381, dan Symbolum Athanasianum (Pengakuan Iman Athanasius) yang juga disebut menurut kata pertama dalam bahasa Latin Symbolum "Quicunque" (Pengakuan Iman "Barangsiapa").

Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Necea-Konstantinopel mempunyai latar belakang pembaptisan. Di gereja mula-mula punya kebiasaan untuk membaptis mereka yang bertobat menjadi Kristen pada hari raya Paskah, menggunakan masa Sengsara (Prapaskah) sebagai masa persiapan dan pengajaran bagi pengakuan iman di depan umum dan komitmen para petobat itu. Persyaratan dasar bagi para petobat baru yang mau dibaptis ialah, bahwa mereka diharuskan menyatakan imannya di depan umum. Kredo atau pengakuan iman itu nampaknya muncul sebagai pernyataan iman yang seragam yang harus diucapkan oleh para petobat baru yang mau dibaptis. Baptisan itu sendiri awalnya dilayankan bagi orang-orang dewasa. Orang-orang yang akan dibaptis harus menyatakan lebih dahulu apa yang dipercayai oleh gereja dalam bentuk tanya-jawab. Tanya-jawab ini di kemudian hari berkembang menjadi apa yang kini kita sebut katekese atau katekisasi (Yunani, katekhein). Pengakuan-pengakuan iman ini konteks awalnya adalah pengajaran untuk persiapan baptisan bagi para calon baptis (katekumen). Konteks baptisan itu nampak dari strukturtrinitas pengakuan pengakuan iman itu. Baptisan dilayankan dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan karena itu pengakuan iman disusun sesuai dengan ketiga unsur itu.

Rumusan-rumusan pengakuan iman mulai menjadi tetap pada abad ke-2. Menurut Bernhard Lohse, dalam bukunya Pengantar Sejarah Dogma Kristen, pengakuan-pengakuan iman paling tua yang ditetapkan dalam gereja adalah Pengakuan Iman Baptisan Romawi yang tua, yang umum disebut sebagai Romanum. Bentuk mula-mula dari pengakuan iman ini adalah sebagai berikut:

"Aku percaya di dalam Allah Bapa, (yang) Mahakuasa; Dan di dalam YesusKristus, satu-satunya Anak-Nya, diperanakkan,Tuhan kita, Dan di dalam Roh Kudus, gereja yang kudus, kebangkitan daging."

Rumusan yang sangat sederhana itu aslinya terdiri dari penegasan-penegasan yang bersisi tiga. Mungkin menjelang akhir abad ke-2, definisi-definisi yang lebih tepat ditambahkan pada unsur-unsur yang kedua dan ketiga, sehingga terbaca sebagai berikut :

-"Aku percaya di dalam Allah Bapa, (yang) Mahakuasa;

-Dan di dalam Yesus Kristus, satu-satunya Anak-Nya yang diperanakkan, Tuhan kita, yang oleh Roh Kudus, dari perawan Maria, yang disalibkan di bawah Pontius Pilatus dan dikuburkan;pada hari yang ketiga bangkit dari yang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Bapa; dari mana ia akan datang untuk menghakimi yang hidup dan yang mati;

-Dan di dalam Roh Kudus, gereja yang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan daging"

Pengakuan-pengakuan iman seperti inilah yang beredar di kebanyakan jemaat-jemaaat Kristen di Barat. Mula-mula dalam bentuk tanya-jawab (responsoris), dan kemudian pada abad ke-3 dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Bentuk yang menjadi baku dalam Gereja Barat adalah apa yang kini kita kenal dalam Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan iman ini disusun mulai abad ke-4 hingga abad ke-10. Bentuknya seperti yang kita kenal sekarang muncul dalam suatu tulisan di Perancis Selatan kira-kira tahun 750. Di Gereja Timur ada pelbagai pengakuan iman yang muncul, namun yang dikenal dan diterima umum adalah apa yang kita kenal dengan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel. Menurut para ahli, pengakuan iman ini sebenarnya berasal dari jemaat Yerusalem, yang kemudian ditambahkan dengan beberapa unsur yang menegaskan keilahian Kristus dan Roh Kudus., dan ditetapkan dalam Konsili Kontantinopel(kini Istambul di Turki) thun 381. Pengakuan iman ini harus dibedakan dengan pengakuan iman Gereja Timur lainnya, yaitu Pengakuan Iman Nicea, yang sebenarnya berasal dari kota Kaesarea dan ditetapkan dalam Konsili Nicea (kini Iznik, juga di Turki) tahun 325.

Pengakuan Iman Rasuli kemungkinan besar adalah bentuk pengakuan iman yang paling dikenal di Gereja Barat. Pengakuan iman ini terdiri dari tiga bagian utama, yang berhubungan dengan Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Ada juga bahan-bahan yang berhubungan dengan gereja, penghakiman dan kebangkitan. Sedangkan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel adalah pengakuan iman yang bentuknya lebih panjang, yang memasukkan bahan-bahan tambahan berhubungan dengan pribadi Kristus dan karya Roh Kudus. Dalam menjawab kontroversi tentang keilahian Kristus, Pengakuan Iman Necea-Kontantinopel memasukkan penegasan-penegasan kuat tentang kesatuan-Nya dengan Allah, termasuk ungkapan-ungkapan "Allah dari Allah" dan "sehakikat dengan Bapa."

Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan iman ini disebut "rasuli" karena isinya mengungkapkan pokok-pokok pengajaran para rasul sebagaimana yang diajarkan para rasul seperti tercermin dalam Alkitab (PB). Di kalangan gereja di Indonesia, Pengakuan Iman Rasuli juga dikenal dengan sebutan "Dua Belas Pasal Pengakuan Iman." Disebut demikian karena memang pengakuan iman ini terdiri dari dua belas pasal atau artikel, namun sebenarnya tidak diketahui alasan persisnya. Sebutan Pengakuan Iman Rasuli pertama diperkenalkan oleh Rufinus (seorang penulis kuno yang mati sekitar tahun 410) dalam sebuah bukunya. Ada cerita yang mengatakan bahwa pengakuan iman itu terdiri dari dua belas artikel, karena tiap rasul mengucapkan satu artikel. Akan tetapi, hal ini sulit untuk dibuktikan.

Mari kita perhatikan bagian-bagian besar dari Pengakuan Iman rasuli itu.

Bagian I berbunyi : Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.

Bagian ini hendak menyatakan bahwa Allah adalah Allah yang mahakuasa, Pencipta langit, bumi dan segala isinya, serta yang memelihara dan memerintahnya. ............................................................................................................

Bagian II berbunyi : Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut; pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa, dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

Bagian ini hendak mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah yang melalui kehidupan, kematian dan kebangkitan-Nya - berkarya menyelamatkan semua manusia dan juga kita; Dialah Tuhan kehidupan.
.............................................................................................................

Bagian III berbunyi : Aku percaya kepada Roh Kudus; gereja yang kudus dan am; persekutuan orang kudus; pengampunan dosa; kebangkinan daging; dan hidup yang kekal.

Bagian ini hendak mengatakan bahwa Roh Kudus-lah yang membuat karya penyelamatan Kristus efektif dalam hidup orang percaya, yang telah diampuni dan diberikan hidup kekal.
............................................................................................................



Kegiatan
/ Tugas : 

1. Nyanyikan Kidung JemaatNo. 280  dengan baik dan benar !
2. Diskusikan isi dari ketiga bait lagu yang terdapat dalam KJ.280 dalam 3 kelompok, apakah yang ingin dikatakan dalam masing-masing bait lagu tersebut !


Kepustakaan :
Alister E. McGrath, Christisn Thology: An Introduction, second edition, Massachusetts: Blackwell Publisher Inc., reprinted 1997.
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, terjemahan. A.A. Yewangoe, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. Ke-4, 2001.
Ch. De Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. Ke-4, 2000.
Harun Hadiwijono, Inilah Sahadatku, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995. Tony lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen, terjemahan Corry Item-Corputty, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. Ke-4, 2001. 

ALLAH TRITUNGGAL

Pemahaman Iman : 

Dalam seluruh pokok Pemahaman Iman GPIB kita bertemu dengan struktur pemikiran trinitaris atau pemikiran tentang ketritunggalan Allah. Ada istilah istilah yang digunakan untuk Allah seperti Bapa, Pencipta, Pemelihara. Ada istilah istilah yang digunakan untuk Yesus Kristus seperti Anak, dan Firman. Ada istilah istilah yang digunakan untuk Roh Kudus, seperti Roh Kristus, dan Penghibur. Masih ada juga istilah istilah lain untuk menerangkan Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Dalam Pemahaman Iman GPIB, kepercayaan bahwa Allah sebagai Tritunggal merupakan hal yang pokok. Pemahaman Iman kita memiliki tujuh pokok utama. Tapi dalam setiap pokok utama itu kita pasti bertemu dengan rumusan rumusan yang bersifat ke-tritunggal-an Allah. Kita pasti bertemu dengan bagian yang menunjuk pada peranan Allah sebagai Bapa yang mencipta, peranan Yesus Kristus yang menebus dan menyelamatkan serta juga peranan dari Roh Kudus yang menuntun ke dalam kebenaran.

Dalam liturgi Gereja kita, kita mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli. Dalam Pengakuan Iman Rasuli ini juga Allah ditampilkan sebagai Allah Tritunggal. Ada bagian pengakuan tentang Allah sebagai Bapa, ada bagian pengakuan tentang Yesus Kristus sebagai Anak, dan ada bagian pengakuan tentang Roh Kudus.

Kesimpulan kita adalah bahwa Allah Tritunggal merupakan salah satu keyakinan pokok iman Kristen, sehingga baik masyarakat Kristen sedunia secara universal mengucapkannya dalam ibadah melalui pengakuan Iman; tetapi juga masyarakat Kristen lokal seperti GPIB, bukan hanya mengucapkannya dalam pengakuan iman melainkan juga dalam hal merumuskan pokok pokok pemahaman Iman. Konteks Kita

Dalam kenyataan di masyarakat Indonesia dimana mayoritas Muslim sedang berkembang dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi, kepercayaan tentang Allah Trtunggal mengalami tantangan yang tidak pernah berhenti. Bagi iman Islam sendiri, keesaan Allah adalah inti iman. Ini yang ditekankan nabi Muhammad. Mempersekutukan Allah adalah dosa besar yang tak akan diampuni oleh Allah, apalagi mengatakan Allah adalah tiga, jelas jelas bertentangan dengan iman Islam. Agama Islam bercorak sangat rasionalistik-material. Sehingga bagi Islam, bicara tentang Allah sebagai Bapa, dan Allah sebagai Anak, mau tidak mau berarti harus disertakan faktor 'ibu`. Orang di luar iman Kristen, sulit mengerti satu adalah tiga dan tiga adalah satu. Mereka hanya memahami satu adalah satu, bukan tiga; dan tiga adalah tiga, bukan satu.
Dalam agama Hindu yang banyak juga penganutnya di Indonesia, ada ajaran yang disebut 'Trimurti` (tiga bentuk) yakni Brahma, Wisnu dan Syiwa. Dalam praktek, masing masing mazhab agama Hindu memiliki satu dewa tertinggi dan dua yang lain adalah penjelmaannya. Dewa tertinggi itu, adalah 'zat yang mutlak` yang tentangnya manusia sebetulnya tidak bisa berkata apa apa. Ada yang menyebutnya Sang Hyang Widhi. Maka sebetulnya penjelmaan dari zat yang mutlak itu, apakah Brahma, Wisnu atau Syiwa adalah sebetulnya adalah bentuk yang lebih rendah demi kepentingan agama, secara khusus dalam hubungan antara dewa dengan manusia dalam proses penyembahan.

Dalam Kebatinan Jawa, aliran Pangestu mengajarkan semacam ketritunggalan yang disebut Tripurusa (tiga oknum). Menurut aliran Pangestu ini, Tuhan yang Maha-esa disebut Tri Purusa yang diartikan sebagai 'keadaan satu yang bersifat tiga` yaitu: Suksma Kawekas (Tuhan yang sejati), Suksma Sejati (Penuntun sejati atau Guru sejati) dan Roh Suci (yaitu manusia sejati atau jiwa manusia sejati).

Mereka yang berpikir secara matematika yang material juga berpendapat yang sama. Kalau ada satu, dan ada satu lagi, lalu ada satu lagi, maka yang ada ialah tiga, bukan satu. Padahal dalam ilmu matematika sendiri bukan hanya ada pertambahan. Ada perkalian, pembagian bahkan pengurangan. Kalau kita akan menggunakan pertambahan memang satu tambah satu, tambah satu menjadi tiga. Perkalian dan pembagian tentang satu, akan tetap menghasilkan satu. Pengurangan akan menghasilkan yang lain lagi. Satu kurang satu kurang satu, malahan hasilnya adalah minus satu. Gereja sepanjang masa berusaha menjelaskan imannya tentang Allah Tritunggal, akan tetapi hal itu tidak selalu bisa diterima oleh pihak pihak di luar Gereja.

Jadi kita melihat bahwa hal ketritunggalan memang menjadi soal dalam Islam dan mereka yang menerapkan pikiran matematis material terhadap agama. Namun tetapi dalam Hindu, dan kebatinan hal itu dipandang sebagai hal biasa saja. Maka penjelasan tentang Allah Tritunggal akan tetap menjadi Pekerjaan Rumah bagi Gereja Gereja di Indonesia juga.

Satu hal penting patut diingat, yaitu bahwa kita juga berada dalam suatu era kebangkitan agama agama suku. Ini penting, karena sekalipun agama agama suku ini dihitung sebagai kebudayaan dan bukan sebagai agama. Ciri penting dari agama agama suku ini adalah pandangan tentang Allah yang tidak selalu harus sama dengan agama Kristen atau Islam, kedekatan dengan alam, dan begitu banyak kearifan lokal yang harus dilihat sebagai kekayaan batin. Ditengah ini semua, orang Kristen di Indonesia berada, dengan pemahaman yang khas tentang Allah, yakni Allah sebagai Tri Tunggal.

Memahami Allah Tritunggal adalah memahami Allah sendiri. Ini mengandaikan sejak awal bahwa Allah benar benar ada. Pengandaian ini berlaku bagi setiap agama dalam masyarakat.

Tetapi pertanyaan mulai muncul apabila kita mempersoalkan, bagaimana kita tahu dan memastikan bahwa Allah ada. Dalam berbicara tentang obyek lain seperti batu atau pohon, yang terjadi adalah 'kita mendatangi obyek`, memegang, memperhatikan, dan bila dianggap perlu dibawa ke ruang laboratorium untuk penelitian. Jelas sekali kalau kita mau memastikan bahwa Allah ada, kita tidak bisa mendatangi Allah. Kita hanya bisa memastikan bahwa Allah ada, karena 'Allah mendatangi kita`. Jadi proses mengetahui berdasarkan pengalaman untuk memastikan ada batu atau pohon, lain sekali dengan proses mengetahui berdasarkan pengalaman untuk memastikan adanya Allah. Pohon atau batu bisa kita pastikan berdasarkan pengalaman obyektif material. Allah hanya bisa kita pastikan berdasarkan pengalaman subyektif spiritual. Maka memahami Allah sejak awal mempunyai sisi misteri yang tidak pernah akan habis terungkap.

Pengalaman tentang Allah berbeda beda dari orang ke orang. Berbeda juga dari masyarakat ke masyarakat. Karena itu tidak ada seorangpun yang bisa memaksakan pengalamannya tentang Allah untuk menjadi pengalaman orang lain. Pengalaman pengalaman ini sah pada orangnya sendiri, juga sah pada masyarakatnya sendiri. Jadi ada peristiwa dimana Allah mendatangi manusia dan peristiwa itu menjadi pengalaman manusia tentang Allah. Sehingga jumlah pengalaman manusia tentang Allah itu begitu banyaknya, praktis sejumlah banyaknya manusia yang hadir sepanjang sejarah agama di dunia. Ada yang mengalaminya begitu saja. Ada yang mengalaminya dan memberikan pengalaman itu nilai yang khusus dalam kehidupannya. Ada yang menuturkannya secara turun temurun, sehingga makin lama makin banyak, sebab pengalaman itu bisa menyangkut pribadi, tetapi juga bisa menyangkut sebuah masyarakat secara keseluruhan.

Pengalaman tentang Allah itu kemudian disimpulkan dalam refleksi tertulis berupa pernyataan pernyataan, baik oleh pribadi maupun oleh persekutuan. Israel melakukan hal itu. Dokumentasi tentang hal ini kita temukan dalam Perjanjian Lama. Gereja juga melakukannya. Dokumentasi tentang hal itu kita temukan dalam Perjanjian Baru. Gabungan kedua dokumentasi itu, yakni Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sekarang kita kenal sebagai Alkitab. Karena itu maka untuk memahami Allah Tritunggal, kita perlu belajar dulu dari kesaksian Alkitab.

Kesaksian Alkitab : 
Perjanjian Lama jelas mengedepankan keesaan Tuhan. Lihat saja pernyataan jelas dan tegas dalam Ulangan 6 : 4. Namun itu tidak berarti bahwa Allah tidak ditampilkan secara trinitaris. Pribadi pertama adalah Allah sebagai Sang Pencipta, yang biasanya dikatakan sebagai Bapa. Ini Pribadi pertama. Dalam Kejadian 1 : 26 dikatakan : "Baiklah kita menjadikan manusia....`. Istilah 'kita` menunjuk pada kejamakan. Pertanyaannya adalah kepada siapa Allah sedang berbicara?. Kalau dikatakan kepada malaikat, maka itu tidak mungkin. Sebab malaikat ada di bawah Allah. Padahal Allah mengatakan: "...,menurut rupa dan teladan kita`.... Manusia tidak dicipta menurut rupa dan teladan malaikat manapun, melainkan menurut rupa dan teladan Allah. Kalau dikatakan bahwa kata 'kita` ini mau menunjukkan bahwa Allah dalam Perjanjian Lama itu banyak (politheis) maka itu juga tidak mungkin, karena Perjanjian Lama jelas mengedepankan keesaan Tuhan. Kalau dikatakan bahwa istilah 'kita` ini adalah semacam penghalusan, seperti sekarang bisa terjadi orang menggunakan istilah 'kami` sebagai ganti 'saya`, maka itu juga tidak mungkin. Karena model berbahasa seperti itu tidak kita kenal dalam Israel kuno. Maka tidak ada kemungkinan yang lain daripada harus mengatakan bahwa pada 'keesaan` Allah itu ada 'kejamakan` oknum atau pribadi.

Namun sambil tetap menekankan keesaan Allah, dalam Perjanjian Lama kita baca juga tentang Pribadi Kedua, Allah Anak yang biasanya disebutkan dengan nama 'Malaikat Tuhan` ( Kejadian 16; 18; 28; 31; 32; Yosua 5; Hakim Hakim 6; 13; Yesaya 63 : 9 - 10). Yang disebut sebagai Malaikat Tuhan ini bukan Malaikat biasa karena alasan alasan berikut:
  1. Ia berfirman atas namanya sendiri. Tidak lagi mengatas-namakan Tuhan. Contohnya kita temukan dalam Kejadian 16 : 10 dimana sang Malaikat Tuhan berkata: ..., ku akan membuat sangat banyak keturunanmu`... dst. Jelas hanya Tuhan Allah sendirilah yang bisa bicara dalam wibawa seperti ini.
  2. Malaikat Tuhan ini mau disembah orang ( Yosua 5 dan Hakim Hakim 2) padahal malaikat biasa tidak boleh disembah dan juga tidak mau disembah (Wahyu 19 : 10; 22 : 9).
  3. Malaikat Tuhan ini juga disebut Allah (Kejadian 16 : 13). Malaikat Tuhan ini bisa dibedakan dari Allah Bapa, sebab Ia dapat diutus oleh Allah Bapa (Hakim Hakim 13).

Kesimpulan kita adalah bahwa Malaikat Tuhan ini adalah 'sang Firman` yang menyatakan diri sebagai Allah sekaligus menyatakan kehendak Allah. Kalau kemudian dalam Perjanjian Baru kita menemukan pikiran dalam Injil Yohanes pasal 1 tentang Firman yang menjelma menjadi manusia, maka untuk pikiran dunia Perjanjian Lama, ini bukan hal yang istimewa. Ia telah berbicara berulang kali sebagai pribadi dalam Perjanjian Lama.

Berikut dalam Perjanjian Lama, sambil tetap menekankan keesaan kita juga membaca pernyataan tentang pribadi ketiga, yakni Roh Kudus atau Roh Suci.
  1. Roh suci menghiasi makhluk dengan kecakapan dan talenta talenta (Keluaran 31 : 2 dst).
  2. Roh Suci menerangi hidup rohani (Mazmur 51 : 13; Zakharia 4 : 6).
  3. Roh Suci adalah Roh nubuat, Roh yang memberi ilham dari Allah dan menjadikan manusia mampu untuk menerima dan melanjutkannya kepada orang lain (Yehezkiel 11 : 5; Bilangan 11 : 29).

Masih ada pernyataan tentang ketritunggalan dimana ketiga pribadi itu dinyatakan. Dalam Yesaya 63 : 8 - 10 kita baca secara jelas bagaimana Allah menjadi Bapa bagi Israel yang dikatakan sebagai anak anak-Nya. Dia yang menebus mereka, akan tetapi mereka mendukakan Roh-Nya. Jadi pribadi sang Bapa, pribadi sang Penebus dan pribadi Roh menyatu disini.

Kita bisa menyimpulkan sekarang bahwa sekalipun tidak dikatakan segamblang dalam Perjanjian Baru, namun tampilan Allah yang Esa secara Tritunggal jelas sekali dalam Perjanjian Lama.

Perjanjian Baru lebih gamblang bicara tentang Tritunggal. Sudah dalam Lukas 1 : 35 misalnya peranan Roh Kudus jelas. Dan Roh Kudus yang 'turun keatas` Maria inilah yang kemudian lahir dalam bentuk seorang anak yang bernama Yesus. Dalam Perjanjian Baru jelas sekali bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah. Bahwa segenap pekerjaan Allah dilihat dalam pekerjaan Yesus Kristus yang adalah Allah sekaligus juga adalah manusia.
Dalam Perjanjian Lama, nama 'Bapa` menunjuk kepada Allah (Yahweh), dalam arti seluruh ketritunggalan. Dalam Perjanjian Baru, Bapa dibedakan dari Anak dan Roh Kudus.

Catatan catatan khusus mengenai Allah Bapa bisa kita temukan sebagai berikut: 1. Allah Bapa yang memelihara segala makhluk, besar dan kecil (Matius 6:26,29; 10:29)
2. Allah Bapa yang mengutus Allah Anak (Yohanes 5 : 30,37,43; 16:28; 20:21).
3. Allah Bapa yang mengadili, memberi pahala dan hukuman (Matius 6 : 4,18; 10:28; 13:43; Lukas 12 : 5; Yohanes 14 : 2;17:24).
4. Allah Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada sang Anak, termasuk pengadilan juga diserahkan sang Bapa kepada sang Anak (Matius 11 : 27; Lukas 10 : 22; Yohanes 8 : 29; 13:3; Yohanes 5 : 22).
5. Sang Bapa senantiasa beserta dengan Sang Anak (Yohanes 6 : 57; 14:10).
Catatan Catatan khusus mengenai Allah Anak bisa kita temukan sebagai berikut:
1. Allah Anak dan Allah Bapa adalah satu (Yohanes 14 : 10,11,28; 17:21)
2. Allah Bapa dan Allah Anak saling mengenal dengan sempurna (Yohanes 10 : 15)
3. Sang Anak hanya mengerjakan apa yang diperintahkan oleh sang Bapa (Lukas 2 : 49; 22:42; Yohanes 10 : 32;15:10)
4. Sang Anak hanya berbicara seperti yang diajarkan sang Bapa kepadaNya (Yohanes 8 : 28,38; 12:50; 15:15).
5. Sang Anak dapat meminta pahala dari sang Bapa (Matius 26 : 53; Yohanes 14:16; 16:23,26; 17:24,25)
6. Sang Anak adalah satu satunya jalan kepada sang Bapa ( Yohanes 14 : 6,9).

Catatan Catatan khusus mengenai Roh Kudus bisa kita temukan sebagai berikut:
1. Roh Kudus diutus oleh Sang Bapa (Yohanes 14 :16,26)
2. Roh Kudus diutus oleh Allah Anak (Yohanes 15 : 26)
3. Roh Kudus bukanlah tenaga atau kekuatan, melainkan pribadi atau oknum. Ia menjadi penghibur - Penolong (Yohanes 14 : 16; 15:26).
4. Roh Kudus bekerja dalam Yesus Kristus (Matius 12 :28; Lukas 4 :18)
5. Roh Kudus bekerja dalam diri orang percaya (Matius 10 :20; Yohanes 3 :6)

Dalam Perjanjian Baru kita masih menemukan kenyataan menarik yang lain.
Yaitu bahwa ketritunggalan itu muncul sebagai kesatuan:
1. Ketika Yesus akan dikandung oleh Maria (Lukas 1 : 35).
2. Ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matius 3 :16).
3. Dalam rumusan rumusan Berkat (2 Korintus 13 : 13; 1 Petrus 1 : 2; Wahyu 1 : 4,5)

Selain itu Perjanjian Baru juga mengatakan bahwa :
1. Segala karunia berasal dari Allah Tritunggal (1 Korintus 12 : 4,6)
2. Tritunggal tidak ada hanya kalau Allah menyatakan diri kepada kita. Trinitas itu kekal dan ada pada hakikat Allah. Ini nyata dari :
a. Tatkala Allah menciptakan langit dan bumi, Tritunggal sudah ada (Yohanes 1:1)
b. Sang Anak bukan hanya ada dalam pernyataan, melainkan Ia juga memberi pernyataan (Yohanes 1 : 18)
c. Sebelum dunia ada, sang Anak sudah ada (Yohanes 17 : 5)
d. Roh Kudus sudah ada sebelum ada waktu, sebelum Roh itu diutus (Yohanes 3:34; 1 Yohanes 3 : 24; 4:13; Kisah Para Rasul 2 : 17,18)
e. Roh Kudus adalah kekal (Ibrani 9 : 14).

Kesaksian Kesaksian Alkitab di atas menunjukkan kepada kita bahwa :
1. Baik Perjanjian Lama, maupun Perjanjian Baru memuat pernyataan tentang Allah Tritunggal.
2. Ketiga pribadi atau oknum ilahi dinyatakan dalam keesaan, tetapi masing masing juga dengan keistimewaan atau kekhasannya.
3. Tritunggal adalah kekal.
4. Ketiga pribadi ilahi ini bersama bekerja dalam penciptaan dan penciptaan kembali, dengan perbedaan tugas tertentu.
5. Keesaan Allah tidak sedikitpun dilemahkan oleh ketritunggalan Allah. Jejak

Jejak Sejarah 
Sepanjang sejarah kita menemukan banyak 'serangan` terhadap dogma atau ajaran Tritunggal ini. Serangan serangan ini dilakukan baik terhadap ajaran tentang Oknum Allah Bapa, Oknum Allah Anak dan Oknum Roh Kudus. Juga ada serangan terhadap hubungan hubungan antara ketiganya. Harus kita ingat bahwa serangan terhadap ajaran tentang salah satu Oknum dengan sendirinya bertujuan melemahkan ajaran tentang ketiga-tiganya. Serangan serangan ini sudah ada sejak awal sejarah Gereja, dan kemudian mendapat bentuk bentuk yang lain, bahkan bentuk bentuk modern juga. Kita akan menyebut beberapa saja dari serangan serangan ini.

1. Serangan terhadap ajaran tentang Oknum Allah Bapa.
Yang sejak awal menentang ajaran tentang Oknum Allah Bapa ini adalah aliran 'Gnostik`. Singkatnya kata gnostik berarti 'pengetahuan rahasia`. Mereka memandang diri sebagai yang mempunyai pengetahuan rahasia, bukan hanya tentang Allah, tetapi juga tentang alam semesta. Mereka mengatakan bahwa ada dua -bukan satu!- asal dari segala sesuatu. Yang pertama adalah sang 'Yang Rahasia` atau 'yang tidak dapat dikenal. Dia ini tidak pernah memperkenalkan diri. Dari dialah mengalir dunia roh. Yang kedua disebut sebagai 'Demi-Urgos`. Dia ini yang menciptakan dunia kebendaan. Jadi yang kedua ini membatasi kekuasaan yang pertama. Dalam pandangan mereka, Allah Anak yang menjelma menjadi manusia itu termasuk kedalam dunia roh yang diciptakan oleh Allah Bapa. Jadi Allah Bapa dan Allah Anak bukanlah satu.

Yang kedua adalah seorang yang bernama Marcion, yang mengajarkan bahwa Allah Perjanjian Lama, lain sekali dengan Allah Perjanjian Baru. Allah Perjanjian Lama adalah Allah orang Yahudi saja. Dia menciptakan langit dan bumi, akan tetapi Dia hanya memegang keadilan. Dia Allah yang murka, yang gemar akan perang dan tidak mengenal kasih. Yesus Kristus adalah Allah Perjanjian Baru yang lain dari Perjanjian Lama, yang bersifat kasih dan murah hati. Inilah Allah dalam Injil. Salah satu akibat dari pikirannya adalah bahwa Marcion meniadakan semua ciri Allah Yahudi dalam Alkitab. Alkitab versi Marcion jadinya sangat tipis, karena bukan hanya seluruh Perjanjian Lama dibuangnya, tapi bagian bagian Perjanjian Baru yang merujuk ke Perjanjian Lama juga dibuangnya.

2. Serangan terhadap ajaran tentang Oknum Allah Anak
Serangan terhadap ajaran tentang Oknum Allah Anak pertama sekali dilakukan oleh orang orang yang tidak percaya akan keilahian sang Anak. Menurut mereka ini, Anak bukannya Allah. Hanya karena pekerjaan-Nya saja maka dia diangkat atau di adopsi sebagai Anak oleh Tuhan.
Serangan kedua oleh mereka yang mengatakan bahwa Anak adalah buah ciptaan. Jadi sang Anak tidak kekal. Sang Anak bukanlah Allah dan bukan juga manusia. Dia berdiri di antara Allah dan manusia. Artinya ada waktu dimana sang Anak itu tidak ada. Tentu saja hal ini bertentangan dengan apa yang dikatakan dalam ayat-ayat pertama Injil Yohanes. Bahwa Firman itu ada bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah, dan bahwa Firman itu menjadi daging dalam Yesus Kristus. 3. Serangan terhadap ajaran tentang Oknum Roh Kudus.

Serangan terhadap ajaran tentang oknum Roh Kudus juga sudah ada sejak awal sejarah Gereja. Memang sangat sulit untuk membayangkan bahwa Roh adalah satu oknum. Karena itu ada yang terjerumus dalampandangan bahwa Roh Kudus adalah ibu dari Yesus Kristus. Ada juga yang mengatakan bahwa Roh Kudus sesungguhnya bukan oknum, melainkan 'kekuatan` saja dari Allah Bapa. Pernyataan Allah memang menyatakan bahwa Roh Kudus adalah oknum yang bebas. Namun harus diakui, sulit menggambarkan hal ini dengan mengikuti logika manusia.

4. Serangan Terhadap Hubungan Antara Ketiga Oknum Selain serangan terhadap oknum per oknum, ada juga serangan terhadap hubungan antara ketiga oknum itu. Ada yang mengatakan bahwa Allah itu hanya satu. Yang beda hanya nama namanya saja. Jadi bukan oknum. Ada yang mengatakan bawa ketiga oknum itu hanya seperti topeng yang digunakan secara bergantian oleh satu oknum. Ada yang mengajarkan semacam sub-ordinasi. Bapa lebih tinggi, Anak kurang tinggi,dan Roh yang lebih rendah.

Semua serangan terhadap ajaran Tritunggal diatas, membuat Gereja mencari rumusan agar jangan terjadi penyelewengan pemahaman. Rumusan rumusan itu bukan bermaksud untuk menjelaskan Tritunggal, karena Tritunggal itu sendiri tetap sebuah misteri ilahi untuk disembah, bukan untuk diselidiki. Yang dicari adalah untuk menjelaskan pernyataan tentangTrinitas. Bahwa Allah adalah trinitas, yakni beroknum tiga, akan tetapi satu hakikatnya. Rumusan rumusan itu kemudian sekali kita kenal sekarang ini sebagai Pengakuan Iman Rasuli. Jadi Pengakuan Iman Rasuli adalah jawaban Gereja terhadap semua perumusan yang keliru tentang Trinitas. Keesaan Allah sangat penting. Ini adalah keesaan Hakikat. Anak adalah satu hakikat dengan Bapa, Roh adalah satu hakikat dengan Bapa dan Anak. Akan tetapi ketigaan-oknum juga jelas sekali dinyatakan dalam Alkitab. Keesaan dalam ketigaan, atau ketigaan dalam keesaan ini menjadi dinyatakan oleh Alkitab depan fakta fakta berikut:
  1. Menciptakan adalah tindakan Allah Bapa (Wahyu 4 :11; 1 Korintus 6 :8). Tetapi Anak juga aktif (Yohanes 1 : 1-3; Kolose 1 : 15-17 dst) dan juga Roh Kudus (Mazmur 33:6; 104:30).
  2. Inkarnasi adalah tindakan Allah Anak (Yohanes 1 :14; Ibrani 10 :5 dst).Tetapi Allah Bapa juga aktif ( Galatia 4 : 4; Yohanes 3 : 16) dan Roh Kudus juga (Lukas 1 : 35).
  3. Penyelamatan adalah dari sang Anak (Yohanes 8 : 36 dst) tetapi juga dari sang Bapa (Yohanes 3 : 16 dst) dan dari Roh Kudus (Yohanes 6 : 63).
  4. Penyucian adalah dari Roh Kudus (Roma 14 : 7 dst) tetapi juga dari sang Bapa (Galatia 4 : 6) dan Sang Anak (Yohanes 14 : 26).

Allah Tritunggal dan Kita. 
Kita menghayati keberadaan Allah, pertama sekali bukan karena akal budi kita yang 'meneliti` Allah. Kita menghayati keberadaan Allah pertama sekali karena Allah mendatangi kita. Proses ini masih berlangsung terus dalam kehidupan individual orang percaya. Dalam sejarah, Allah menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Karena itulah Yesus Kristus adalah Tuhan, dan bukan sekedar 'nabi` seperti yang dikatakan oleh agama lain. Dalam kehidupan pribadi Allah menampakkan kehadiran-Nya melalui jawaban atas doa doa kita. Jadi sesungguhnya pengalaman pribadi kita dengan Allah yang menjawab doa, merupakan landasan iman kita tentang keberadaan Allah. Pengalaman ini yang biasanya disebutkan sebagai 'pengalaman iman`.

Ada tiga hal pokok dalam pengalaman iman yang mempengaruhi seluruh kehidupan orang Kristen. Hal yang pertama adalah kenyataan keberadaan diri kita. Seorang manusia tidak akan hadir, kalau tidak diciptakan oleh Tuhan Allah. Kitab Kejadian menceriterakan bahwa Manusia hadir karena Allah menghembuskan nafas kehidupan (Kejadian 2 : 7). Tanpa nafas kehidupan yang dari Allah itu, manusia tidak akan pernah menjadi makhluk hidup. Karena itu wajar kalau Pemazmur mengatakan bahwa Tuhanlah yang membentuk kita dalam kandungan Ibu (Mazmur 139 : 13).

Hal yang kedua adalah keselamatan kita. Keselamatan bukanlah soal masuk surga saja. Sebab surga adalah sesuatu yang sangat pasti bagi mereka yang mempercayakan diri pada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru-selamat dunia (Yohanes 3 : 16). Tapi yang paling penting mengenai keselamatan adalah kehidupan kita sehari hari. Setiap hari kita dilindungi oleh Tuhan. Tanpa perlindungan Tuhan kita sudah akan binasa. Kalaupun hidup kita mengalami kesulitan, maka bagian terbesar dari kesulitan itu sebenarnya telah ditanggung oleh Tuhan. Kalau tidak pasti kita sudah akan mengalami kesulitan yang lebih besar lagi. (Matius 8 : 17; Ibrani 9 : 28).

Hal yang ketiga adalah masa depan kita. Sesungguhnya kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan kita. Bahkan kita tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Nyatanya kadang-kadang ada orang yang masih hidup di hari kemarin, tetapi tidak hidup lagi di hari ini. Inilah yang namanya misteri masa depan. Dimana, kapan dan bagaimana, selalu jadi pertanyaan. Tapi dari sudut iman kita menemukan bahwa Tuhan Allah tidak terikat oleh ruang dan waktu. Tuhan Allah bisa berada di semua tempat sekaligus. Tuhan Allah bisa juga mendengar doa dari orang percaya di seluruh dunia, pada waktu yang sama.

Tetapi Tuhan bisa juga sudah mempersiapkan sesuatu di masa depan bagi kita. Tuhan punya rencana bagi kehidupan kita (Yeremia 29 : 11). Roh Kudus-lah yang menuntun kita sehingga kita menjalani kehidupan sesuai dengan rancangan Tuhan bagi kita. Tanpa tuntunan Roh Kudus, kita akan mengikuti kehendak roh roh dunia ini, dan masa depan kita bukanlah masa depan yang baik, melainkan masa depan yang buruk. Maka percaya kepada Allah Tritunggal adalah mempercayakan diri kepada Allah Tritunggal. Sebab sang Tritunggal ini bukan hanya pencipta, tetapi juga penyelamat dan penuntun kehidupan kita. Dan kita harus sadar bahwa iman seperti ini bukan dianut oleh diri kita pribadi sendiri saja. Iman ini dianut oleh orang Kristen sedunia. Dan orang Kristen sedunia adalah mayoritas penduduk dunia ini.

ALLAH TRITUNGGAL
(Untuk Katekisan)
Tugas Awal :
� Bacalah Pemahaman Iman GPIB
� Tuliskan kembali Pengakuan Iman yang sering diucapkan dalam Ibadah di Gereja.
� Temukan, apa yang sama dalam konsep tentang Allah dalam Pemahaman Iman GPIB dan dalam Pengakuan Iman Rasuli.

Uraian :
Salah satu hal paling misterius dalam semua agama adalah kalau bicara tentang Allah. Dalam agama agama suku di seluruh dunia Allah dipahami dalam berbagai konsep. Di Indonesia misalnya mereka yang penganut kebatinan Jawa mengatakan Allah sebagai 'Kasunyataan yang Maha-Luhur`. Artinya kenyataan yang tertinggi. Yang lain mengenalnya sebagai Debata Mula-jadi Nabolon. Artinya sang Pencipta yang mengawali segala sesuatu. Yang lain mengenalnya sebagai Opo Wananatas. Artinya Dia yang bersemayam di atas. Yang lain sebagai Tete-Manis. Artinya Dia yang selalu baik. Banyak lagi cara orang mengungkapkan pandangannya tentang Allah. Tapi ini semua hanya menunjuk pada satu hal pokok: Mereka percaya bahwa Allah ada.

Agama agama yang berasal dari kawasan Timur tengah, baik Yahudi, Kristen, dan Islam juga mempunyai ungkapan ungkapan tentang Allah. Tapi salah satu hal yang merupakan tekanan pokok, sekaligus titik singgung antara Yahudi dan Islam dengan Kekristenan adalah mengenai Allah Tritunggal, yang dalam Iman Kristen disebut sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ketiganya dipercaya orang Kristen sebagai tiga oknum atau tiga pribadi dari hakikat yang satu. Dan hakikat yang satu itu adalah Allah yang esa.

Dalam Iman Yahudi, Allah itu Esa. Mereka tidak mengakui Yesus Kristus sebagai Allah yang menjelma menjadi manusia. Sekalipun mereka bicara tentang Roh Tuhan atau Roh Allah tetapi Roh Allah atau Roh Tuhan dianggap bukan Allah sendiri. Salah satu tuduhan berat terhadap Yesus adalah justru karena Dia mengakui diri sebagai Anak Allah!. Yesus juga dinyatakan bersalah karena mengatakan dirinya sebagai Mesias. Orang Yahudi menantikan seorang Mesias yang akan menyelamatkan mereka dan akan mengembalikan mereka ke zaman keemasan Daud dan Salomo. Mereka tidak pernah mau mengaku bahwa yang membuat mereka terpuruk adalah dosa mereka. Karena itu Mesias mestinya seorang yang menyelamatkan dari dosa, agar mereka tidak lagi terpuruk. Ketika Yesus menyebut diri-Nya Mesias, maka Yesus maksudkan penyelamatan dari dosa agar hidup sosial mereka kembali baik. Orang Yehudi tidak mau menerima kenyataan ini, karena mereka memang sulit untuk mengaku bahwa mereka memang berdosa. Mereka merasa bahwa sebagai anak-cucu Abraham, mereka mendapat perlakuan khusus dari Allah. Padahal dalam hubungan dengan dosa, Allah menghukum semua, termasuk mereka yang mengatakan diri sebagai umat Allah. Orang Yahudi sampai hari ini masih menantikan kedatangan Mesias itu.

Mereka yang Muslim berpikir matematis yang rasional. Kalau Yesus Anak Allah maka mereka mempertanyakan ibunya. Rasionalitas ini sebetulnya bertabrakan dengan iman mereka sendiri tentang sifat sifat Allah. Salah satu sifat Allah yang dikenal umat Muslim adalah 'Maha-kuasa`. Karena Allah Maha-kuasa, maka Allah bisa menghadirkan manusia, tanpa seorang laki laki dan perempuan. Itulah yang terjadi pada Adam. Bisa juga tanpa seorang perempuan, hanya seorang laki laki. Itulah yang terjadi pada Hawa. Bisa dengan seorang laki laki dan seorang perempuan. Itulah yang kita lihat secara normal. Tetapi kalau Allah Mahakuasa, mestinya Allah juga bisa menghadirkan seorang manusia tanpa seorang laki laki, dan hanya dari seorang perempuan. Itulah yang terjadi dengan Tuhan Yesus Kristus, yang lahir dari Maria karena Roh Kudus turun ke atas Maria. Kesulitan yang lain bagi umat Islam untuk memahami Allah sebagai Tritunggal adalah pikiran matematisnya. Mereka hanya berpikir tentang oknum, dan tidak melangkah ke hakikat. Maka Bapa dan Anak dan Roh Kudus dihitung sebagai tiga saja. Orang Kristen lalu dituduh menyembah tiga Tuhan. Padahal bicara tentang Tuhan, iman Kristen bicara tentang hakekat, dan bukan tentang oknum. Kesulitan lain yang terjadi dengan umat Muslim adalah istilah 'Anak Allah` bagi Yesus Kristus. Seperti yang telah dikatakan, mereka mempertanyakan ibunya. Padahal dalam Iman Kristen, 'Anak Allah` berarti satu satunya Anak yang pernah lahir di bumi ini -dari sekian milyar anak yang pernah lahir- yang merupakan penjelmaan dari Allah, hanyalah Yesus Kristus. Karena itu Yesus sendiri menyebut dirinya Anak Allah Yang Tunggal atau satu satunya (Yohanes 3 : 16). Inti soalnya sederhana. Orang tidak akan pernah bisa memahami iman Kristen, kalau tidak belajar percaya. Mereka yang belajar untuk tahu, tidak akan mampu mengerti iman Kristen tentang Allah Tritunggal. Kecuali mereka belajar untuk percaya.

Dalam iman Kristen kehadiran Allah dihayati dalam banyak sekali bentuk. Seorang petani menghayati Allah sebagai pemberi kesuburan. Seorang nelayan menghayati Allah sebagai penguasa cuaca. Seorang karyawan menghayati Allah sebagai penuntun di pekerjaan. Seorang yang sakit menghayati Allah sebagai pemberi kesembuhan. Seorang yang kecewa dan patah hati menghayati Allah sebagai penghibur. Dan banyak lagi yang lain. Semua pengalaman ini sah pada orang yang bersangkutan. Namun tidak boleh dipaksakan pada orang lain. Dengan memperhatikan kenyataan kenyataan dalam Alkitab, Gereja lalu merumuskan bahwa penghayatan penghayatan tentang Allah itu bisa dibagi dalam tiga kelompok besar. Yang pertama adalah penghayatan penghayatan dimana Allah menampakkan kuasa-Nya sebagai sang pencipta sekaligus pemelihara. Yang kedua, adalah penghayatan penghayatan dimana Allah menampakkan kuasaNya sebagai Penyelamat. Dan yang ketiga adalah penghayatan penghayatan dimana Allah menampakkan kuasa-Nya sebagai belajar percaya.

Mereka yang belajar sekedar untuk tahu, tidak akan mampu mengerti iman Kristen tentang Allah Tritunggal. Kecuali mereka belajar untuk percaya. Penuntun yang bicara melalui nurani. Sebagai Pencipta dan Pemelihara Allah disebut sebagai Bapa. Sebagai Penyelamat Allah disebut Tuhan Yesus Kristus. Lazimnya disebut sang Anak. Karena sang Bapa dan Roh Kudus tidak pernah memiliki bentuk fisik. Sebagai Penuntun Allah disebut Roh Kudus. Maka baik Bapa, Anak, maupun Roh Kudus adalah oknum atau pribadi dari Allah yang sama. Maka Allah dalam Iman Kristen dipahami sebagai Allah Tritunggal.

Tugas Akhir : (evaluasi).
Bicarakan beberapa pengalaman iman. Tanyakan disana dalam pengalaman iman ini Allah menampakkan kuasanya sebagai pencipta-pemelihara; penyelamat; ataukah penuntun hati nurani.

ALLAH BAPA, PENYATAAN DAN KARYANYA

PENDAHULUAN

Kata 'Allah` adalah dari bahasa Arab. Kata ini, di dalam Alkitab, menunjuk pada 'Sang Pencipta` langit, bumi dan segala isinya, termasuk manusia. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) menerjemahkan kata 'Allah` dari kata Ibrani 'Elohim`. Nama ini mau menjelaskan eksistensi Sang Pencipta, bahwa Dia adalah 'Allah`; bukan manusia, malaikat atau suatu makhluk lain. Jika kita membaca Alkitab. Maka di samping kata 'Allah`, ada juga kata lain yang menunjuk pada "Sang Pencipta" Misalnya, 'TUHAN Allah` yang diterjemahkan dari kata Ibrani 'Yahweh Elohim (Kejadian 2 : 4b); 'TUHAN` diterjemahkan dari kata Ibrani 'Yahweh` (Kejadian 6 : 7) dan 'Tuhan` yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani 'Adonay`. Kata 'Adonay` sesungguhnya adalah sebutan lain atau semacam gelar untuk 'Yahweh`. Karena bagi orang Israel, kata 'Yahweh` adalah nama yang Mahasuci, sehingga tidak boleh disebutkan dengan sembarangan. 'Jangan menyebut nama TUHAN; Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.` (Keluaran 20:7) Oleh karena itu, setiap kali orang Israel menemukan kata 'Yahweh` mereka akan membacanya dengan 'Adonay` (Tuhan).

Pemakaian kata yang beragam, yang menunjuk pada Sang Pencipta, tidak bertujuan untuk membuat kita bingung, seolah-olah ada banyak Allah. Kita juga jangan mempersoalkan nama mana yang asli dan benar. Sebab hanya ada satu Allah, dan semua nama ataupun gelar yang disebutkan di atas menunjuk kepada menunjuk pada Allah yang satu itu. Keberagaman nama yang tampak hanya karena para penulis Alkitab ingin memahami dan menyebut Allah sesuai bahasa dan budayanya masing-masing.

Penjelasan ini penting karena belakang ini ada gerakan yang menamakan diri Pengagungan Kembali Nama Yahweh berusaha mempengaruhi warga jemaat. Gerakan ini menganggap bahwa nama yang benar untuk Sang Pencipta adalah Yahweh; bukan Allah. Menurut gerakan ini nama 'Allah` menunjuk pada 'sesembahan` umat Islam. Karena itu, mereka berusaha untuk menggantikan nama 'Allah` di dalam Alkitab dengan nama Yahweh. Padahal kita ketahui bahwa kata 'Allah` sudah dipakai di dalam Alkitab sejak lama; lagi pula kata 'Allah` sudah menjadi bahasa Indonesia.

Akan tetapi terkait dengan konteks di Indonesia, dan supaya kita bisa hidup dan bekerja sama dengan sesama umat beragama maka alangkah baiknya kita memakai kata 'TUHAN` sebagaimana juga disebutkan dalam Pancasila.


EKSISTENSI ALLAH

Alkitab menyaksikan bahwa pada mulanya, sebelum sesuatu diciptakan, hanya ada Allah. 'Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.` (Kejadian 1:1) Artinya, Allah adalah Pribadi yang 'ADA` dan 'HADIR` sebelum segala sesuatu ada. Oleh karena Allah 'Ada` dan 'Hadir' maka pastilah Ia adalah Pribadi yang 'HIDUP`; bukan suatu benda yang mati. Sebab suatu benda yang mati tidak akan mungkin dapat menatakan eksistensi dan kehadirannya.

Eksistensi Allah dalam pribadai yang 'Ada`, 'Hadir` dan 'Hidup` - sebagai Terang, Roh dan Firman - membuat Allah menjadi Pangkal, Penggerak, Penata dan Pencipta dari segala yang ada, hidup dan bergerak di bumi. Sebagai 'Terang`, Allah menerangi kegelapan. Sebagai 'Roh`, Allah mempersiapkan segala sesuatu sebelum diciptakan. Sebagai 'Firman`, Allah menciptakan; bukan hanya dalam arti menjadikan dari yang tidak ada menjadi ada, tetapi juga dalam arti menata yang kacau-balau menjadi tertib dan teratur. (baca Kejadian 1 : 1 - 3).


PENYATAAN ALLAH

Allah menciptakan segala sesuatu, termasuk manusia, dengan Firman-Nya (Kejadian 1:2,6,9,11,14,20, 24,25,29) dan perbuatan tangan-Nya yang penuh kuasa (Kejadian 2:7,21-22). Karena itu, Allah juga disebut Mahakuasa. Sebagai Pencipta yang Mahakuasa, Allah berada di atas segala yang diciptakan-Nya. Artinya, Allah bersifat 'transenden`; mengatasi segala yang ada. Allah berada di tempat yang tinggi, kudus dan mulia, sehingga tidak terhampiri oleh suatu makhluk pun, termasuk manusia.

Keberadaan Allah yang transenden (tinggi dan mulia) menyebabkan manusia tidak dapat dan tidak sanggup mengenal Allah. Akan tetapi Allah mau menyatakan diri-Nya agar dapat dikenal oleh manusia. Eksistensi dan keberadaan Allah dinyatakan kepada manusia melalui karya ciptaan-Nya - langit, bumi dan segala isinya, termasuk manusia, yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (baca Kejadian 1 : 26 - 27). Artinya, segala ciptaan, termasuk manusia, adalah penyataan diri Allah, yang melaluinya, manusia dapat mengenal Allah dan mengakui kemahakuasaan dan kekudusan-Nya, sehingga mau menyembah dan mengagungkan-Nya.


KASIH DAN KE-BAPA-AN ALLAH

Pokok Pengakuan Iman Raasuli tentang Allah Bapa berbunyi; 'Aku percaya kepada Allah, Bapa yang mahakuasa. Pencipta langit dan bumi.` Jelas, bahwa di dalam kemurkaan Allah yang menghukum manusia berdosa, tampak juga ke-Bapa-an Allah yang peduli dan mau terus memelihara bumi dan segala isinya dengan penuh kasih dan kesabaran. Bahkan Allah juga akan memulihkan dan membaharuinya.

Kasih dan ke-Bapa-an Allah nyata sejak penciptaan, khusus melalui kepeduliaan dan pemeliharaan-Nya atas dunia ciptaan-Nya, khusus kehidupan manusia. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa maka hubungan manusia bersama semua ciptaan lainnya terputus dan terpisah jauh dari Allah. Sejak itu, kehidupan manusia dan semua ciptaan lain di bumi senantiasa terancam kehancuran karena dikuasai oleh dosa yang membawa maut.

Allah sebagai pencipta dan pemilik tidak ingin bumi, khusus manusia ciptaan-Nya hancur karena dosa dan maut. Allah telah menghukum manusia, dan bahkan pernah merencanakan untuk memusnahkan bumi dan segala isinya. Akan tetapi kasih dan ke-Bapa-an Allah menggerakkan hati Allah untuk menyelamatkan manusia dan bumi ciptaan-Nya, dan tidak memusnahkan semuanya, sebab manusia adalah 'gambar` Allah. Allah menyelamatkan Nuh dengan seisi bahteranya serta menjadikannya umat baru (baca Kejadian 11).

Karya keselamatan Allah selanjutnya dinyatakan melalui pemanggilan Abraham, dan karena Abraham taat pada panggilan Allah maka Allah mengikat perjanjian keselamatan dengan Abraham. Bahwa melalui Abraham dan keturunannya (Israel dan Gereja), semua bangsa di bumi akan memperoleh keselamatan karena berbalik dari dosanya dan mentaati perintah Allah (baca Kejadian 12). Allah berkehendak bebas untuk memanggil dan memilih siapa pun tanpa memperhitungkan perbuatan baiknya. Allah memanggil dan mengutus orang-orang pilihan-Nya, baik Bapa leluhur (Abraham, Ishak dan Yakub), maupun Israel, termasuk para nabi, guna diutus untuk melaksanakan rencana-Nya menyelamatkan manusia dan seluruh ciptaan. Yang terpenting adalah 'yang dipanggil` harus datang dan siap pergi ke mana pun ia diutus untuk melakukan semua yang Allah perintahkan dalam ketaatan pada kehendak-Nya.

Pemahaman Israel tetang Allah sebagai Bapa yang penuh kasih merupakan sebuah tranformasi atau lompatan ide dan keyakinan yang sangat maju di tengah pemahaman agama-agama di sekitar Israel bahwa ilah atau dewa mereka sangat kejam dan penuh angkara murka. Tidak mengherankan jika ilah atau dewa harus didekati dan disembah dalam sikap takut dan gentar. Akan tetapi karena Israel tidak mentaati perintah Allah maka Israel jauh dari Allah dan selalu dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Israel merasa seolah-olah telah kehilangan kasih dan ke-Bapa-an Allah. Israel pun berlaku seperti bangsa-bangsa di sekitar yang memahami Allah sebagai Pribadi yang kejam, dan berusaha mendekati Allah dengan takut dan gentar. Meskipun begitu kasih dan ke-Bapa-an Allah tidak pernah hilang dari Israel. Allah tetap mengasihi Israel; selalu menjadi Bapa bagi Israel dan menganggap Israel sebagai anak-anak-Nya. Hal ini berlangsung sampai pada zaman Tuhan Yesus.

Tuhan Yesus memanggil Allah sebagai Bapa-Nya, dan memahami diri-Nya sebagai Anak Allah karena dalam segala hal, Tuhan Yesus selalu bertindak menurut kehendak Allah. Tuhan Yesus berusaha memperkenalkan Allah sebagai Bapa yang panjang sabar dan penuh kasih; seorang Bapa yang tidak pernah membeda-bedakan kasih-Nya kepada semua orang yang mau menjadi anak-anak-Nya, dan mengaku percaya kepada-Nya sebagai Bapa. Itulah sebabnya juga maka Tuhan Yesus mengajar kita untuk berdoa dan memanggil Allah sebagai Bapa (Matius 6 : 9-13). Dengan perkataaan lain, Tuhan Yesus mau memasukkan kita dalam suatu hubungan yang baru dengan Allah; yaitu bahwa Allah adalah Bapa kita, dan kita adalah anak-anak Allah karena percaya kepada Tuhan Yesus. Itu berarti bahwa kita pun harus taat pada perintah dan kehendak Allah, sebagaimana diteladankan oleh Tuhan Yesus.

Ketaatan kepada Allah akan membuat kita mendekati Allah tidak lagi dengan sikap takut dan gentar, tetapi dengan sikap hormat, patuh dan setia untuk melakukan kehendak Allah, sehingga dapat merasakan kasih-Nya sebagai Bapa kita.

Pengakuan dan pemanggilan Allah sebagai Bapa yang penuh kasih tidak serta merta menghilangkan kehangatan murka-Nya untuk menghukum manusia jika berbuat dosa. Pengakuan dan pemanggilan Allah sebagai Bapa mau menjelaskan bahwa di dalam kasih-Nya kita akan temukan rahmat dan berkat-Nya; dan di dalam kemurkaan dan penghukuman-Nya, kita akan menemukan kasih dan pengampunan-Nya.

Oleh karena kita mengakui Allah sebagai Pencipta dan Bapa kita maka kita memperoleh masa depan yang pasti; bukan hanya diri kita saja tetapi juga seluruh ciptaan.


DAFTAR BUKU
1. Alkitab, 2003; LAI
2. Dogmatika Masa Kini, 1993; G.C.Niftrik & B.J.Boland
3. Institusio, Pengajaran Agama Kristen, BPK 1985; Yohanes Calvin.
4. Iman Kristen, 1991; Harun Hadiwijono.
5. Pengantar Sejarah Dogmatika Kristen, 1989; Bernard Lohse. 

YESUS KRISTUS
PENDAHULUAN
            Yesus Kristus adalah seorang Yahudi. Ia dikenal sebagai anak seorang tukang kayu yang bernama Yusuf dan ibunya bernama Maria. Ia lahir sekitar tahun 6 s.M si masa pemerintahan Herodes Agung.
            Seperti para nasir (pelihat) dan nabi serta para tokoh penting lainnya di zaman Perjanjian Lama, te4rmasuk Yohanes Pembabtis di akhir masa “Antar Perjanjian”, maka kelahiran Yesus dan tugas-tugas yang akan diemban-Nya diberitahukan terlebih dulu oleh Tuhan melalui malaikat. Sesuai berita yang disampaikan malaikat kepada Maria bahwa Yesus, sesuai dengan nama-Nya (Yosua = yang menyelamatkan), telah ditentukan untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. (Luk. 1)
            Tidak diketahui dengan pasti masa kanak-kanak, masa remaja dan masa muda Yesus. SEbab Alkitab tidak memberitahukan dengan rinci tentang hal itu. Namun, dipastikan masa kanak-kanak dan masa remaja Yesus adalah adalah seperti yang anak-anak dan remaja Yahudi pada umumnya. Yaitu bahwa Yesus mengikuti pendidikan agama di tingkat dasar dan lanjutan di rumah pengajaran (Bethamidras) sampai lulus sebagai seorang anak Taurat pada usia 12 tahun. Tidak aneh jika dicatat oleh penginjil bahwa pada usia 12 tahun Yesus sudah bisa bersoal jawab tentang taurat dengan poara pengajar di Bait Allah (Mat…)
            Mengacu pada pergerakan yang digagas Yesus, yang sangat mirip pergerakan pembaharu Yudaisme, khusus kelompok Esseni (kelompok yang berusaha memurnikan Yudaisme), maka mereka berpendapat bahwa Yesus sesudah lulus sebagai anak Taurat, Yesus pergi ke padang gurun untuk belajar dan menjadi penganut kelompok Essenit. Sementara ada ahli lain yang mengatakan bahwa mengamati pada kedekatan Yesus dengan Yohanes Pembabtis, maka bisa dipastikan bahwa Yesus sesudah lulus sebagai anak taurat langsung melalangbuana ke padang gurun dan belajar bersama Yohanes Pembabtis, dan sekaligus menjadi salah seorang pengikut yang setia.
            Anggapan ini lebih dapat diterima karena beberapa alasan : Pertama, Yesus muncul di muka umum, ketika mendatangi Yohanes Pembabtis di sungai Yordan dan memberi diri-Nya dibabtis oleh Yohanes Pembabtis. Pada kesempatan itulah, Yesus mendapat kejelasan status-Nya, yaitu ditetapkan sebagai Anak Allah serta mendapat kuasa oleh pengurapan Roh Allah dalam bentuk burung merpati.
Gelar Anak Allah yang dikenalkan kepada Yesus bukanlah suatu istilah biologis (sebuah sebutan untuk diri-Nya Kis. 9:20; 2 Kor 1:19; Gal 2:20; Ef 4:3; 1 Yoh 3:8; 4:15; Ibr 4:14; 5:8; Why 2:18) tidak pada saat kelahiran-Nya di Betlehem tetapi sedari kekal Ia adalah “Anak Allah”. Istilah Anak Allah dalam Perjajjian Lama menunjuk kepada bangsa Israel sebagai umat Allah. Gelar Anak Allah yang pada satu sisi menunjuk pada cara berada Allah yang tidak berada di atas atau yang transenden (Allah Bapa), Allah yang berada di dalam diriNya sendiri tetapi menunjuk pada Allah yang ada di dekat kita, bersama kita, menyertai kita (Imanuel Mat 1:23; Yes 7:4) Allah yang berdiri di tempat kita manusia serta mendamaikan dunia ini dengan diriNya sendiri (2 Kor 5:19).
Istilah Anak Allah dalam Perjanjian Lama menunjuk kepada bangsa Israel sebagai umat Allah. Dalam diri Yesus sebagai Anak Allah, kita yang bukan orang Israel terhisap dalam umat pilihan Allah.
Kedua , Yesus memulai pergerakan-Nya, ketika Yohanes Pembabtis ditangkap dan dipenjara, dan akhirnya di bunuh oleh Herodes Antipas.
Ketiga, mengikuti Yohanes Pembabtis, Yesus pertama kali tampil di Galilea dan menyerukan pertobatan dan bersiap diri untuk menyambut Kerajaan Allah yang menyatu dengan diri dan seluruh pelayanan-Nya.

PERGERAKAN YESUS
Yesus memulai pergerakan (pelayanan)-Nya di tempat asalnya, yaitu di Galilea dan sekitarnya. Ia pun memilih para pengikut-Nya sejumlah 12 orang; umumnya dari lingkungan para nelayan ditambah beberapa anggota pergerakan, misalnya : Yudas Iskariot (dari kelompok Sicaari, suatu sayap dari pergerakan zelot), dan Simon orang Zelot.
            Seperti para tokoh pembaharu Yudaisme, khususnya orang Zelot, yang pada masa itu berjuang untuk menentang penjajahan Romawi demi membebaskan dan memerdekakan Israel, maka Yesus pun demikian. Hanya berbeda dengan kelompok Zelot yang memakai kekuatan senjata dan melakukan kekerasan, Yesus dan pergerakan-Nya tidak menggunakan kekuatan senjata dan kekerasan dalam melawan penjajahan Romawi. Yesus menempuh cara-cara damai dengan bertindak seperti seorang nabi kharismatik yang berkeliling untuk mensosialisasikan ajaran yang mengandung ide tentang Kerajaan Allah.
            Yesus mengajar dengan penuh kuasa dan charisma, memakai metode perumpamaan yang mudah dimengerti orang yang tidak terpelajar. Kuasa-Nya bukan dari diri-Nya sendiri, tetapi dari Bapa-Nya. Kuasa itu Ia terima melalui hubungan yang akrab di dalam doa kepada Bapa-Nya yang dilakukan disela-sela kepadatan kegiatan-Nya.
            Yesus mendekati semua orang, khususnya kaum marginal yang tersingkir dari lingkungan masyarakat, dengan penuh simpati dan empati, tanpa merasa jijik, untuk membawa mereka kembali ke jalan Tuhan. Ia bersikap ramah dan bertutur lemah lembut dalam setiap laku dan ajaran-Nya. Ia tidak hanya mengajar, tetapi juga melakukan banyak tidakan mujizat.
            Semua hal itu menyebabkan Yesus lebih dapat diterima oleh banyak orang daripada tokoh-tokoh Yudais lainnya. Yesus diterima bukan hanya oleh kaum marginal, yakni orang-orang kecil, miskin, lemah, sakit, dan berdosa (pelacur dan pemungut cukai), termasuk kaum perempuan dan anak-anak; tetapi juga kelompok cerdik cendikia, yakni beberapa anggota Sanhedrin yang bersimpati pada-Nya. Hal ini mengakibatkan gerakan Yesus berkembang pesat, sehingga menimbulkan iri hati dari para tokoh dan pemimpin lainnya; khusus kelompok imam, yakni para Farisi dan ahli Taurat.
            Makin terkenalnya nama Yesus, seiring perkembangan gerakan-Nya yang pesat, yang terdengar sampai keluar Galilea, ternyata mengundang perhatian penguasa Galilea, yakni Herodes Antipas, dan bahkan wali negeri Roma di Yudea, yakni Pilatus. Hal itu tidak membuat Yesus takut dan mundur. Sebaliknya Yesus semakin tampil galak untuk mengkritik para raja dan pembesar karena melakukan kekerasan dan menindas rakyat. Tidak aneh jika banyak orang memahami Yesus sebagai nabi Elia yang hidup kembali. Sementara Herodes Antipasa menganggap Yesus sebagai Yohanes Pembabtis yang telah ia bunuh, tetapi bangkit kembali. Sejak itu dimulai upaya-upaya untuk membunuh Yesus.

DARI GALILEA ke YERUSALEM
            Dari Galilea, sesudahmengalami pemuliaan dan penetapan kembali sebagai Anak Allah di atas gunung, mak Yesus mulai menuju ke Yerusalem dengan gerakan massa yang sangat besar. Yerusalem adalah tujuan akhir dari gerakan Yesus. Sebab Yerusalem adalah pusat kekuasaan keagamaan dan politik. Telah terjadi konspirasi jahat dan menyengsarakan rakyat antara penguasa agama dan politik di Yerusalem; dan Yesus datang untuk menghancurkan semuanya itu. Tentu, dengan semua resiko yang harus Yesus terima, seperti yang telah diprediksikan-Nya; bahwa Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang berdosa. Mereka akan membunuh Dia. Tetapi sesudah tiga hari Ia akan bangkit.
            Konspirasi polotik yang sangat kuat antara penguasa agama dan politik, bahkan menerobos masuk untuk memecah-belah pergerakan. Dengan politik uang guna menyuap Yudas, menyebabkan Yesus, akhirnya ditangkap, diadili dengan pengadilan yang tidak adil, disiksa dengan cambukan serta ditetapkan sebagai pemberontak dengan hukuman digantung secara tersalib sampai mati di tempat penyalibab di bukit Golgota.
            Kematian Yesus untuk keselamatan kehidupan dunia, membuat-Nya mengalami kematian sebagai hukuman Allah atas dosa dan diserahkan kepada kebinasaan di dalam liang kubur. Sebuah kematian yang mengerikan namun ditengah penderitaan disalib itulah terdengar percakapan dengan Sang Bapa :”Ya Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23;34). Diatas salib inilah kuasa kegelapan dikalahkan. Oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu iblis yang berkuasa atas maut.(Ibr 2:4)

DARI GOLGOTA ke KUBUR KOSONG
            Yesus dikubur di kuburan Yusuf Arimatea, anggota Sanhedrin yang bersimpati pada Yesus dan Gerakan-Nya. Dengan penguburan itu, para penginjil mau menjelaskan bahwa Yesus tidak hanya akan menjadi Tuhan atas kehidupan, tetapi juga menjelaskan bahwa Yesus tidak hanya akan menjadi Tuhan atas kehidupan, tetapi juga atas kematian dan alam maut. Di dalam kematian-Nya, Ia memasuki terowongan dan alam maut yang kegelapannya sangat menakutkan tiap manusia yang hidup maupun mati. Tetapi justru Yesus pergi ke situ, supaya kuasa-Nya dapat menjangkau kita di sana. Dengan demikian, kematian tidak lagi menakutkan karena di dalam dunia orang matipun Tuhan dan KasihNya dapat menyertai kita.
            Yesus tidak bisa terus ditahan oleh kuasa alam maut. Sesudah tiga hari, dengan kuasa dan daya dorong yang dasyat dari Bapa-Nya, Yesus akhirnya menembusi alam maut dan kegelapan kubur untuk bangkit dan hidup kembali.
            Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa penting dalam iman Kristen. Salib sebagai bentuk kasih kepada Allah dan sesame dengan harga tinggi memiliki arti karena adanya kebangkitan “Jika Kristus tidak bangkit, maka sia-sialah kepercayaan kamu” (1 Kor 15:17). Dalam peristiwa kebangkitan itulah ketaatan untuk melakukan kehendak Bapa hingga di kayu salib bukanlah sebuah kekalahan, melainkan kemenangan (Yoh 12:32; Flp 2:9). Kebangkitan Yesus adalah juga sebuah jaminan bagi kebangkitan kita, Yesus adalah manusia pertama yang bangkit (Kis 26:23; 1 Kor 15:20,23; Kol 1:18; Why 1:5), dank arena itu kematian tidak menjadi kata akhir bagi manusia.

KENAIKAN dan KEDATANGAN KEMBALI
            Yesus tidak harus berada di dunia, sebab Dia bukan dari dunia. Dia telah menyelesaikan karya penyelamatan dunia yang dipercayakan oleh Bapa-Nya. Karena itu, Dia harus kembali untuk menerima kemuliaan yang telah ditinggalkan-Nya ketika menjadi manusia.
            Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati. Di dalam Dia kita berjumpa dan mengenal Allah yang sesungguhnya, dan juga berjumpa dengan manusia yang sesungguhnya, serta bagaimana seharusnya menjadi manusia sesungguhnya bagi sesame.
            Sejak kenaikan Yesus ke surge maka arah iman kita kembali tertuju dan pengharapan kita menjadi kian pasti. Sebab Yesus adalah Kristus (Yesus-IESU : dalam bahasa Ibrani Yesua/Yehoshua) mengandung arti Yahweh menolong atau yang menyelamatkan. Sedangkan Kristos (Ibrani = Mesiah) = YANG DIURAPI.
Kedua kata itu dapat diterjemahkan : “Dia Yang menyelamatkan adalah Dia Yang diurapi”.
            Ada tiga pemimpin rakyat yang diurapi yakni, Raja, Imam, Nabi. Ketiga jabatan ini menyatu dalam diri Yesus. Sebagai Raja, Nabi dan Imam. Yesus Sang Pemimpin rakyat itu berkarya membawa keselamatan; bukan hanya pada saat kematian dan kebangkitan-Nya, tetapi kelak pada saat Ia datang kembali dalam kemuliaan-Nya. Tindakan penyelamatan ini tidak berasal dari manusia, karena kebaikan dan kemampuannya untuk memberlakukan tuntutan-tuntutan hokum agama tetapi merupakan anugerah Allah sola gratia).
            Yesus berfirman, “Siapa yang bertahan sampai akhir akan diberi mahkota kemuliaan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar